No. HP atau WA
Friends
1
Member
Jawa Timur » Sidoarjo
15
Members
Jawa Timur » Sidoarjo
Jawa Timur » Sidoarjo
1
Suka
Jawa Timur » Gresik
Jawa Barat » Bekasi
1
Suka
Jawa Barat » Kota Depok
1
Suka
Jawa Barat » Bogor
1
Suka
Jawa Tengah » Klaten
1
Suka
Jawa Barat » Bekasi
1
Suka
Jawa Barat » Bekasi
1
Suka
Jakarta
1
Suka
Jawa Barat » Bogor
1
Suka
Jawa Barat » Kota Depok

Admin
posted a comment on PT Berkah Bumi Sinergi's listing " Raudhatul Jannah Residence Babelan Bekasi "
25 Juni 2022 - Rank 11 Google
Jadilah orang pertama yg menyukai hal ini.
Jadilah orang pertama yg menyukai hal ini.
Admin
posted a comment on PT. Megah Jaya Berkah's listing " Ganara City Driyorejo Gresik "
Admin
replied on Nino Suherman's thread "Menanyakan Rhapsody Residence Driyorejo Gresik".
Admin
posted a comment on PT. Permata Rafif Jaya's listing " Graha Suruh Residence Sukodono Sidoarjo "
Kalau mau aman
Pastikan tanah sesuai siteplan sdh lunas & jadi milik Dev
Terus surat tanahnya tsb harus selalu berada di Notaris
Jangan sampai dipegang Developer
Krn rawan diselewengkan
Dan kalau ada ...Lihat Lebih
Admin
posted a comment on PT. Hanasta Indo Perdana's listing " Tanah Kavling Hanasta Bumi Asri Randubango Mojosari "
Admin
posted a blog.
Kepailitan merupakan sita umum atas segala harta kekayaan debitor pailit yang mana dalam sita kepailitan ada kurator yang bertugas melakukan pengurusan dan memberesan harta tersebut dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana yang diatur di Pasal 1angka 1 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUKPKPU).
Dari ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUKPKPU, Syarat permohonan pernyataan pailit terhadap seorang debitur hanya dapat dikabulan apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a) Debitur harus paling sedikit mempunyai dua kreditur; atau dengan kata lain harus memiliki lebih dari satu kreditur.
b) Debitur tidak membayar lunas sedikitnya satu utang kepada salah satu krediturnya.
c) Utang yang tidak dibayar itu harus telah jatuh waktu dan telah dapat ditagih (due and payable).
Ketika debitor pailit maka akan dilakukan sita umum terhadap semua harta milik debitor dilakukan agar tercapainya suatu perdamaian antara debitor dengan para kreditornya atau agar harta tersebut dapat dibagi untuk pembayaran hutang debitor secara adil kepada para kreditornya.
Sita umum dalam kepailitan berlaku atas semua harta kepemilikan debitor baik yang sudah ada maupun yang nantinya ada selama proses kepailitan dilangsungkan.
Harta debitor tersebut menjadi jaminan bersama bagi semua kreditor terhadapnya hasil penjualan barang yang merupakan harta debitor tersebut dibagi sesuai dengan perbandingan yang proporsional sesuai dengan piutang masing-masing kecuali diantara para kreditor tersebut memiliki alasan yang sah untuk didahulukan.
Harta debitor menjadi tanggungan atas semua perikatan yang dilakukannya, walaupun harta itu tidak berkaitan secara langsung dengan perikatan yang dilakukan oleh debitor tersebut. Dalam hukum kepailitan menganut prinsip yaitu:
a. Paritas creditorium: dalam prinsip ini yang dimaksud dengan kewajiban adalah dalam bidang harta kekayaan saja, kewajiban dalam hukum keluarga tidak termasuk. jaminan hanya terbatas hak yang terdapat dalam bidang harta kekayaan saja
b. Pari passu prorate parte: dalam prinsip ini semua kreditor dianggap memiliki hak sama atas harta debitor. Harta debitor yang telah disita kemudian dieksekusi dan uang hasil penjualan akan dibagikan kepada para kreditornya sesuai dengan besar kecil piutang masing-masing, kecual jika ada kreditoor yang mempunyai alasan untuk didahulukan. alasan untuk didahulukan dapat dilihat dari prinsip structured prorate (structured creditors), yaitu prinsip yang membagi kreditor menjadi 3 (tiga) golongan:
1. Kreditor Preferen adalah kreditor pemegang hak istimewa;
2. Kreditor Separatis adalah pemegang hak jaminan;
3. Kreditor Konkuren adalah kreditor yang tidak memegang hak istimewa dan hak jaminan tersebut.
Dalam sita umum kepailitan terjadi demi hukum sehingga tidak perlu adanya tindakan secara khusus atau tindakan hukum tertentu seperti halnya sita lainnya dalam hukum perdata. semua penyitaan yang telah dilakukan menjadi hapuske dan jika diperlukan hakim pengawas harus memerintahkan penyoretannya.
Sita Pidana
Didalam hukum publik khususnya hukum pidana juga mengenal sita, sita didalam hukum pidana dikenal dengan nama penyitaan. Penyitaan berdasarkan Pasal 1 angka 16 KUHAP diartikan sebagai serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.
Penyitaan merupakan suatu tindakan “upaya paksa” yang dilakukan penyidik untuk mengambil atau merampas hak milik orang lain.
Karena penyitaan merupakan bentuk “upaya paksa” yang dapat bertentangan dengan hak asasi manusia, penyitaan yang dilakukan oleh penyidik haruslah berdasarkanan para surat izin Ketua Pengadilan Negeri sebagaimana yang diatur didalam Pasal 38 ayat (1) KUHAP.
Penyitaan digunakan oleh penyidik untuk mengamankan benda yang berkaitan dengan perkara yang sedang disidik, dituntut, atau diperadilankan agar tidak hilang atau dimusnahkan oleh tersangka atau terdakwa untuk dijadikan barang bukti dalam perkara tersebut.
Perkara pidana yang akan diajukan di depan pengadilan harus dilengkapi dengan barang bukti. Penyidik berwenang memerintahkan kepada orang yang menguasai benda yang dapat disita, menyerahkan benda tersebut kepadanya untuk kepentingan pemeriksaan dan kepada yang menyerahkan benda itu harus diberikan suatu tanda penerimaan.
Penyitaan Dalam Hukum Acara Pidana Merupakan Upaya Paksa Yang Dilakukan Penyidik Untuk:
1. Mengambil atau merampas sesuatu barang tertentu dari seorang tersangka, pemegang, atau peyimpan. Tapi perampasan yang dilakukan dibenarkan hukum dan dilaksanakan menurut aturan undang-undang, bukan perampasan liar dengan cara melawan hukum;
2. Setelah barangnya diambil atau dirampas oleh penyidik, barang tersebut ditaruh atau disimpan di bawah kekuasaannya.
Terdapat Beberapa Bentuk Penyitaan Menurut KUHAP Yakni;
1. Penyitaan biasa, penyitaan dengan bentuk dan tata cara biasa ini merupakan aturan hukum penyitaan;
2. Penyitaan dalam keadaan perlu dan mendesak sebagai pengecualian penyitaan biasa, maka Pasal 38 ayat (2) KUHAP memberi kemungkinan malakukan penyitaan tanpa melalui tata cara biasa;
3.Penyitaan dalam keadaan tertangkap tangan. Penyitaan dalam keadaan tertangkap tangan diatur dalam Pasal 40 dan Pasal 41 KUHAP;
4. Penyitaan terhadap surat atau tulisan lain penyitaan terhadap surat atau tulisan lain diatur dalam Pasal 43 KUHAP.
Benda-Benda Yang Dapat Disita Diatur Dalam Pasal 39 Ayat (1) KUHAP, Sebagai Berikut:
1. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;
2. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
3. Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;
4. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;dan
5. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan
Kemudian, dalam Pasal 39 ayat (2) KUHAP ditentukan bahwa benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit dapat juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara pidana, sepanjang memenuhi ketentuan ayat (1).
Benda-benda sitaan tersebut harus disimpan dalam rumah penyimpanan benda sitaan Negara.
Penyimpanan benda sitaan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan tanggung jawab atasnya ada pada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda tersebut dilarang untuk dipergunakan oleh siapa pun juga.
Selama belum ada rumah penyimpanan benda sitaan negara di tempat yang bersangkutan, penyimpanan benda sitaan tersebut dapat dilakukan di kantor kepolisian, pemerintah dan dalam keadaan memaksa di tempat penyimpanan lain atau tetap di tempat semula benda itu disita.
Berakhirnya Penyitaan:
1. Penyitaan dapat berakhir sebelum ada putusan hakim, apabila
a. Kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukannya lagi;
b. Perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau bukan merupakan tindak pidana;
c. Perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum, keccuali apabila benda itu diperoleh dari suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana. Terhadap benda yang dikenakan penyitaan, dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dan siapa benda itu disita, atau kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak
2. Penyitaan berakhir setelah putusan hakim, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut kecuali jika menurut putusan hakim benda itu dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak dipergunakan lagi atau jika benda tersebut masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain.
Kedudukan Antara Sita Pailit Dan Sita Pidana
Sita pidana yang dikenal di dalam KUHAP dengan sebutan penyitaan merupakan bentuk penyitaan yang merupakan bagian dari hukum publik, karakteristik hukum publik yang bertujuan untuk mengatur dan melindungi kepentingan umum menjadikan hukum publik memiliki kekhususan tersendiri dibandingkan dengan hukum privat.
Kekhususan tersebut mengakibatkan hukum publik harus didahulukan terlebih dahulu dibandingkan dengan hukum privat. Dan penyitaan yang dilakukan penyidik adalah untuk menegakkan hukum publik dalam hal ini hukum pidana.
Untuk itu walaupun suatu benda yang telah disita dalam kepailitan harus pula dapat di sita pidana kembali, hal ini bertujuan untuk melindungi kepentingan umum sebagaimana tujuan dari hukum publik (hukum pidana).
Dalam hal sita pidana berbenturan dengan sita umum maka sudah seharusnya sita pidana yang harus didahulukan dibandingkan dengan sita umum.
Hal ini disebabkan disamping untuk melindungi kepentingan umum juga disebabkan karena karakteristik dari hukum publik yang bersifat memaksa sehingga ketentuan sita pidana dapat dilakukan meskipun diatas benda tersebut telah ada sita umum.
Jika dilihat dari akibat, jika suatu benda yang telah disita umum tidak dapat dilakukan sita pidana maka akibatnya suatu tindak pidana akan sulit dibuktikan.
Misalnya jika debitur pailit juga diduga telah melakukan tindak pidana korupsi, namun karena adanya sita umum maka benda yang diduga digunakan atau merupakan hasil korupsi tidak dapat disita pidana maka benda tersebut tidak dapat digunakan untuk membuktikan tindak pidana ataupun untuk membayar ganti kerugian akibat dari tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan oleh debitur pailit.
Namun jika misalnya benda yang telah di sita umum kemudian di sita pidana maka hanya akan menimbulkan dampak kurator menunda untuk melakukan eksekusi terhadap benda yang di sita pidana tersebut. Jelas akibat dari sita umum yang tidak dapat disita pidana akan menimbulkan dampak yang lebih besar terhadap kepentingan umum dibandingkan dengan akibat jika suatu benda yang di sita umum dapat di sita pidana kembali.
Dengan lebih tingginya sita pidana dibandingkan sita umum maka sita pidana harus didahulukan. Lagi pula penyitaan (sita pidana) hanya bersifat sementara karena setelah selesai digunakan untuk pembuktian barang bukti yang merupakan benda yang telebih dahulu disita umum akan dikembalikan jika menurut pertimbangan hakim benda tersebut dikembalikan kepada siapa benda itu disita.
Setelah dikembalikan maka kurator dapat kembali melanjutkan tugasnya untuk melakukan pengurusan dan pelunasan utang debitor kepada kreditur. Dengan adanya sita pidana diatas benda yang telah disita umum tidak mengakibatkan sita umumnya hapus, sita umum akan tetap melekat meskipun dibenda tersebut terdapat sita lainnya.
Sita pidana mendahului sita umum kepailitan dalam hal kedua sita tersebut terdapat dalam satu benda, hal tersebut disebabkan karena sita pidana (penyitaan) yang dikenal dalam hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik.
Karakteristik hukum publik yang bertujuan untuk mengatur dan melindungi kepentingan umum menjadikan hukum publik memiliki kekhususan tersendiri untuk didahulukan dibandingkan dengan hukum privat.
Jika dilihat dari akibat, akibat dari sita umum yang tidak dapat disita pidana akan menimbulkan dampak yang lebih besar terhadap kepentingan umum dibandingkan dengan akibat jika suatu benda yang di sita umum dapat di sita pidana kembali sehingga sudah seharusnya sita pidana memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan sita umum dan harus didahulukan.
Dalam praktiknya harta pailit yang telah disita umum dan telah diurus dan dibereskan oleh Kurator, ternyata dapat diambil alih oleh penyidik untuk disita pidana. Penyidik melakukan penyitaan karena terdapat indikasi bahwa harta tersebut terkait dengan tindak pidana korupsi dan pencucian uang.
Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit dapat juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan mengadili perkara pidana. Harta benda yang disita dalam perkara perdata namun mempunyai kaitan dengan tindak pidana yang sedang diperiksa, dapat disita oleh penyidik.
Salah satu kasus adalah PT Sinar Central Rejeki yang mana pada tanggal 31 Juli 2009 PT Sinar Central Rejeki telah diputus oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat berdasarkan putusan Nomor 26/Pailit/2009/PN.Niaga.Jkt.Pst. Pada saat dilakukan dilakukan pemberesan harta pailit melalui sit umum, terjadi penyitaan harta pailit oleh Bareskrim Mabes Polri.
Bareskrim Mabes Polri menyita Plaza Serpong terkait kasus tindak pidana pencucian uang yang melibatkan Robert Tantular, Hartawan Alwy, dan Anton Tantular dalam kasus tindak pidana pencucian uang dana penipuan dan penggelapan dana nasabah PT Antaboga Deltasekuritas Indoonesia pada Bank Century berdasarkan penetapan PN Tanggerang Nomor 682/PEN.PID.SITA/2009/TNG pada tanggal 23 Maret 2009.
Penyitaan terkait Robert yang menempatkan dana tersebut di PT Sinar Central Rejeki, Perusahaan yang bergerak di bidang pengembang. Dana yang terkumpul tersebut kemudian digunakan untuk melakukan pembangunan Mal Serpong dan pembelian aset lainnya.
Nilai aset Mal Serpong diduga mencapai Rp 312 Miliar.
Penyitaan ini berakibat pada pemberesan harta pailit yang seeharusnya dapat segera diselesaikan menjadi berhenti ditengah jalan. Sesuai dengan pembahasan diatas bahwa penyitaan yang dilakukan Bareskrim Mabes Polri sah secara hukum dan mengalahkan sita pailit PT tersebut.
Harta tersebut disita untuk kepentingan pembuktian jadi jika memang harta tersebut adalah hak para kreditor PT Sinar Central Rejeki, maka selepas pembuktian akan diberikan ke pemegang hak dari harta-harta yang disita tersebut.
Sumber : https://bizlaw.co.id/sita-kepailitan-terhadap-sita-pidana/
Admin
posted a blog.
Baik sita pidana, sita umum, sita perdata, kekuasaan atas harta/benda tetap ada pada Negara. Namun bukan berarti semuanya menjadi milik negara.
Benturan antara Kepentingan Kepolisan dan Kejaksaan untuk melakukan sita pidana dengan kepentingan kurator untuk melakukan Sita umum kepailitan masih sering terjadi di lapangan. Kasus First Travel (FA), Abu Tour (AT), Koperasi Pandawa dan kasus lainnya menjadi contoh bahwa konsekuensi keadilan bagi ‘pemilik hak sebenarnya’ masih terabaikan oleh Negara.
Bagaimana mungkin lantaran masuk dalam sita pidana, aset FA dan AT yang seharusnya merupakan hak jamaah/kreditur malah dijadikan aset negara sekalipun di dalamnya tak ditemukan unsur kerugian negara?
Mendudukan persoalan kembali pada aspek filosofis dilakukannya sita dalam konteks pidana maupun kepailitan menjadi diperlukan. Guru Besar Hukum Pidana FH UGM Eddy OS Hiariej mengatakan, memang kedudukan sita pidana lebih didahulukan ketimbang sita umum, mengingat karakter pidana yang merupakan hukum publik memiliki kedudukan yang lebih tinggi ketimbang hukum privat.
Namun penting digaris bawahi bahwa dalam konteks sita pidana penyidik boleh mengajukan penyitaan tapi penguasaan terhadap benda itu tidak boleh diberikan kepada penyidik, cukup berada dalam penguasaan pengadilan. Penyidik membutuhkan benda itu hanya untuk kepentingan pembuktian.
Menurutnya, baik sita pidana, sita umum, sita perdata, kekuasaan atas harta/benda tetap ada pada Negara. Namun bukan berarti semuanya menjadi milik negara. Dalam kasus First Travel misalnya, seharusnya pengadilan memerintahkan bukan dikembalikan kepada negara, tapi dibagi-bagikan kembali kepada mereka yang merugi.
“Karena itu kan uang orang, uang umat, bukan uang Negara,” ujarnya.
Intinya, urgensitas sita pidana terfokus pada kepentingan pembuktian oleh penyidik, setelah selesai pembuktian harus dikembalikan kepada yang berhak. Di tengah kondisi minimnya aturan yang menegaskan persinggungan ini, kontrol sebetulnya ada di tangan pengadilan. Seharusnya, pengadilan menjadi pintu untuk meluruskan persoalan ini bukan malah memperkeruh dengan mengembalikan aset kepada negara.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI), Imran Nating, menambahkan kendala lainnya bahwa kejaksaan dan kepolisian tidak mempunyai instrumen untuk menyelesaikan persoalan pembagian harta sitaan pasca pembuktian itu kepada kreditur. Satu-satunya yang mempunyai instrumen untuk melakukan pembagian harta debitor itu adalah proses kepailitan yaitu melalui kurator.
Untuk itu, katanya, draft Naskah Akademik RUU Kepailitan juga menyoroti persoalan ini dan hendak melakukan perubahan terhadap Pasal 31 ayat (2). Sehingga nantinya diharap agar setiap harta yang masuk boedel pailit penyitaan pidananya harus atas izin hakim pengawas dan harus dikembalikan kepada kreditur melalui kurator bila kepentingan pembuktiannya telah selesai dilakukan.
“Itu yang ada dalam draft NA. Tapi akan jadi masalah lagi karena ketentuan KUHAP juga berlaku, karena UU Kepailitan tentu tidak akan menghapus ketentuan dalam KUHAP,” katanya.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Rudy Heryantor Adi Nugroho, mengatakan dalam pelaksanaan tugas, pihaknya jelas berpedoman pada KUHAP, khususnya Pasal 39. Pasal a quo menyebutkan bahwa benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit dapat juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara pidana.
Hal ini merupakan implikasi atas sita umum yang diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil tindak pidana, benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyidikan, benda yang digunakan untuk melakukan tindak pidana atau benda yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana.
Ia mengakui dalam menjalankan KUHAP, pihaknya kerap bermasalah dengan kurator bila objek sita pidana itu juga merupakan objek sita umum kepailitan. Sedangkan, katanya, masing-masing pihak punya dasar hukum tersendiri untuk melakukan penyitaan itu.
“Yang terjadi di lapangan belum ada solusinya. Ini kesempatan kita untuk mencari solusi terbaik. Supaya ekses itu tidak muncul lagi. Perlu ada jalan keluar bersama yang perlu kita pikirkan agar perbedaan pendapat itu bisa diatasi,” ungkapnya.
Kendati setuju dengan pengembalian objek sita pidana yang juga merupakan objek sita pailit kepada kurator, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Adi Toegarisman menggarisbawahi bahwa terkait sita pidana terhadap aset kepailitan, kreditor pemerintah tetap harus didahulukan pelunasan piutangnya daripada kreditor perseorangan, seperti kasus-kasus korupsi yang didalamnya memang terdapat unsur kerugian negara.
“Hal ini didasarkan pada asas hukum publik yang harus didahulukan daripada hukum privat/perdata,” tukasnya.
Menjajaki Kemungkinan MoU
Mengakhiri Tarik menarik kepentingan antara kurator dengan Kepolisian dan Kejaksaan, Ketua AKPI James Purba mengatakan pihaknya memang hendak menjajaki peluang kerjasama dengan Kepolisian dan Kejaksaan agar ke depannya di lapangan tak lagi terjadi tarik menarik kepentingan antara kurator maupun penyidik.
Kadang-kadang, katanya, dalam suatu kasus tidak semua penyidik memahami esensi dari UU kepailitan, sehingga memang diperlukan semacam MoU. Dalam rangka optimalisasi penanganan perkara agar semua bisa berjalan lancar, memang diperlukan semacam MoU atau koordinasi untuk membereskan permasalahan-permasalahan yang timbul.
“Jangan sampai nanti kurator merasa kalau sudah disita tidak bisa lagi diurus oleh kurator,” ujarnya.
Sementara, tujuan penyitaan pidana sebetulnya hanya untuk kepentingan pembuktian perkara. Kalau perkara pidananya sudah selesai, tentu barang buktinya harus kembali kepada yang berhak. Dalam hal debiturnya pailit, tentu akan menjadi kewenangan kurator untuk mengurus. Terkadang kurator memang kerap tak sabar menunggu selesainya penanganan kasus pidana itu.
“Dalam bayangan kurator, kalau udah masuk pidana pasti akan lama,” katanya.
Hanya saja, persoalan ini akan jadi masalah kalau kasus pidana tersebut tidak naik-naik ke pengadilan, tertahan lama di tingkat penyidikan. “Ini kan tidak ada tenggang waktunya. Sehingga tidak bisa memberikan kejelasan waktu berapa lama nanti akan disita oleh polisi? Sementara kreditur kelamaan menunggu,” ujarnya.
Untuk itu perlu ada semacam MoU dengan penyidik agar kerjasama dalam rangka menyelesaikan perkara-perkara yang bersinggungan dengan pidana maupun kepailitan dapat dilakukan dengan koordinasi yang baik. Saat ditanya kapan MoU itu akan dilangsungkan, Ia menyebut akan ditindaklanjuti secepatnya.
Sumber : https://www.hukumonline.com/berita/a/sita-pidana-vs-sita-umum-kepailitan--mana-yang-didahulukan-lt5d0cd3154e788
Admin
posted a comment on PT. Araya Berlian Perkasa's listing " Diamond Village Juanda Sedati Sidoarjo "
Admin
posted a comment on PT. Araya Berlian Perkasa's listing " Diamond Village Juanda 2 Buduran Sidoarjo "
Admin
posted a comment on PT. Araya Berlian Perkasa's listing " Diamond Village Juanda 3 Buduran Sidoarjo "