Recent Posts
Posts
        UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,   Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan  hidup yang baik dan sehat, yang merupakan kebutuhan dasar manusia, dan yang mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian  bangsa sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif; bahwa negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam perumahan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia; bahwa pemerintah perlu lebih berperan dalam menyediakan dan memberikan kemudahan dan bantuan perumahan dan kawasan permukiman bagi masyarakat melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang berbasis kawasan serta keswadayaan masyarakat sehingga merupakan satu kesatuan  fungsional  dalam  wujud tata ruang fisik, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya yang mampu menjamin kelestarian lingkungan hidup sejalan dengan semangat  demokrasi,  otonomi daerah, dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;   bahwa …           bahwa pertumbuhan dan pembangunan wilayah yang kurang memperhatikan keseimbangan bagi kepentingan masyarakat berpenghasilan rendah mengakibatkan kesulitan masyarakat untuk memperoleh rumah yang layak dan terjangkau; bahwa Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan perumahan dan permukiman yang layak dan terjangkau  dalam  lingkungan yang sehat, aman, serasi,  dan  teratur  sehingga perlu diganti; bahwa berdasarkan pertimbangan  sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-Undang tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman; Mengingat   :   Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28C ayat (1), Pasal 28H ayat (1), ayat   (2), dan ayat (4), Pasal 33 ayat (3), serta Pasal 34 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;   Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA     MEMUTUSKAN: Menetapkan    :      UNDANG-UNDANG TENTANG     PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN.   BAB I …           BAB I KETENTUAN UMUM   Pasal 1   Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Lingkungan hunian adalah bagian dari kawasan permukiman yang terdiri atas lebih dari satu satuan permukiman. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan  perumahan  yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.     Penyelenggaraan ...           Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi  sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. Rumah komersial adalah rumah yang diselenggarakan dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Rumah swadaya adalah rumah yang dibangun atas prakarsa dan upaya masyarakat. Rumah umum adalah rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Rumah khusus adalah rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan khusus. Rumah Negara adalah rumah yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta penunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri. Permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Perumahan kumuh adalah perumahan  yang  mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian.   Kawasan …           Kawasan siap bangun yang selanjutnya disebut Kasiba adalah sebidang tanah yang fisiknya serta prasarana, sarana, dan utilitas umumnya telah  dipersiapkan  untuk pembangunan lingkungan hunian skala besar sesuai dengan rencana tata ruang. Lingkungan siap bangun yang selanjutnya disebut Lisiba adalah sebidang tanah yang fisiknya serta prasarana, sarana, dan utilitas umumnya telah dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dengan batas-batas kaveling yang jelas dan merupakan bagian dari kawasan siap bangun sesuai dengan rencana rinci tata ruang. Kaveling tanah matang adalah sebidang tanah yang telah dipersiapkan untuk rumah sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan,  pemilikan tanah, rencana rinci tata ruang, serta  rencana tata bangunan dan lingkungan. Konsolidasi tanah adalah penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dalam usaha penyediaan tanah untuk kepentingan pembangunan perumahan dan permukiman guna meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam  dengan  partisipasi  aktif masyarakat. Pendanaan adalah penyediaan sumber daya keuangan yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah, dan/atau sumber dana lain yang dibelanjakan untuk penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.     Pembiayaan …           Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau setiap pengeluaran  yang akan diterima kembali untuk kepentingan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman baik yang berasal dari dana masyarakat, tabungan perumahan, maupun sumber dana lainnya. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman, dan nyaman. Sarana  adalah  fasilitas  dalam  lingkungan  hunian yang berfungsi untuk  mendukung  penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi. Utilitas umum adalah kelengkapan penunjang untuk pelayanan lingkungan hunian. Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang selanjutnya disingkat MBR adalah masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh rumah. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan hukum. Badan hukum adalah badan hukum yang  didirikan  oleh warga negara Indonesia yang kegiatannya di bidang penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman. Pemerintah pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.   Pemerintah …           Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati/walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan  urusan pemerintahan di bidang perumahan dan kawasan permukiman.     BAB II ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP   Pasal 2   Perumahan       dan      kawasan       permukiman                            diselenggarakan dengan berasaskan: kesejahteraan; keadilan dan pemerataan; kenasionalan; keefisienan dan kemanfaatan; keterjangkauan dan kemudahan; kemandirian dan kebersamaan; kemitraan; keserasian dan keseimbangan; keterpaduan; kesehatan; kelestarian dan keberlanjutan; dan keselamatan, keamanan, ketertiban, dan keteraturan.   Pasal 3   Perumahan dan kawasan permukiman diselenggarakan untuk: memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman;     mendukung …           mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang  untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan, terutama bagi MBR; meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi pembangunan perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan; memberdayakan       para     pemangku                                    kepentingan                                    bidang pembangunan perumahan dan kawasan permukiman; menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya; dan menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan.     Pasal 4   Ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman meliputi: pembinaan; tugas dan wewenang; penyelenggaraan perumahan; penyelenggaraan kawasan permukiman; pemeliharaan dan perbaikan; pencegahan         dan       peningkatan                              kualitas                              terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh; penyediaan tanah; pendanaan dan pembiayaan; hak dan kewajiban; dan peran masyarakat.     BAB III …           BAB III PEMBINAAN   Pasal 5   Negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang pembinaannya dilaksanakan oleh pemerintah.   Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh: Menteri pada tingkat nasional; gubernur pada tingkat provinsi; dan bupati/walikota pada tingkat kabupaten/kota.     Pasal 6   Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat meliputi: perencanaan; pengaturan; pengendalian; dan pengawasan.   (2) Dalam melaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri melakukan koordinasi lintas sektoral, lintas wilayah, dan lintas  pemangku kepentingan, baik vertikal maupun horizontal.   Pasal 7   Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal  6 huruf a merupakan satu kesatuan yang utuh dari rencana pembangunan nasional dan rencana  pembangunan daerah.   Perencanaan …             Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh  Pemerintah  dan  pemerintah daerah dengan melibatkan peran masyarakat. Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun pada  tingkat  nasional,  provinsi,  atau kabupaten/kota yang dimuat dan ditetapkan dalam rencana pembangunan jangka panjang, rencana pembangunan jangka menengah, dan rencana tahunan sesuai dengan  ketentuan  peraturan  perundang- undangan. Perencanaan pada tingkat nasional menjadi pedoman untuk menyusun perencanaan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi. Perencanaan pada tingkat provinsi menjadi pedoman untuk menyusun perencanaan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.   Pasal 8   Pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b meliputi: penyediaan tanah; pembangunan; pemanfaatan; pemeliharaan; dan pendanaan dan pembiayaan.   Pasal 9   Pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c meliputi pengendalian:     rumah …         rumah; perumahan; permukiman; lingkungan hunian; dan kawasan permukiman.     Pasal 10   Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d meliputi pemantauan, evaluasi, dan koreksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.   Pasal 11   Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 diatur dengan Peraturan Pemerintah.     BAB IV TUGAS DAN WEWENANG   Bagian Kesatu Umum   Pasal 12   Pemerintah dalam melaksanakan pembinaan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman mempunyai tugas dan wewenang.   Tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan masing-masing.   Bagian Kedua …           Bagian Kedua Tugas   Paragraf 1 Pemerintah   Pasal 13   Pemerintah      dalam     melaksanakan                          pembinaan                          mempunyai tugas: merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi nasional di bidang perumahan dan  kawasan  permukiman; merumuskan dan menetapkan  kebijakan  nasional tentang pendayagunaan dan pemanfaatan hasil rekayasa teknologi di bidang perumahan dan kawasan permukiman; merumuskan dan menetapkan  kebijakan  nasional tentang penyediaan Kasiba dan Lisiba; mengawasi pelaksanaan kebijakan dan  strategi  nasional di bidang perumahan dan kawasan permukiman; menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan nasional penyediaan rumah dan pengembangan lingkungan hunian dan kawasan permukiman; mengalokasikan dana dan/atau biaya pembangunan  untuk mendukung terwujudnya perumahan bagi MBR; memfasilitasi penyediaan perumahan dan permukiman bagi masyarakat, terutama bagi MBR; memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat nasional; melakukan dan mendorong penelitian dan pengembangan penyelenggaraan perumahan dan  kawasan permukiman;   melakukan …           melakukan sertifikasi, kualifikasi, klasifikasi, dan registrasi keahlian kepada orang atau badan yang menyelenggarakan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman; dan menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang perumahan dan kawasan permukiman.     Paragraf 2 Pemerintah Provinsi   Pasal 14   Pemerintah        provinsi       dalam                            melaksanakan                            pembinaan mempunyai tugas: merumuskan dan menetapkan kebijakan dan  strategi pada tingkat provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan nasional; merumuskan dan  menetapkan  kebijakan  provinsi tentang pendayagunaan dan pemanfaatan hasil rekayasa teknologi di bidang perumahan dan  kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan nasional; merumuskan dan menetapkan kebijakan penyediaan Kasiba dan Lisiba lintas kabupaten/kota; mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional pada tingkat provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman; menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan provinsi penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman; menyusun rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman lintas kabupaten/kota;   memfasilitasi …             memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman pada  tingkat provinsi; mengalokasikan dana dan/atau biaya pembangunan  untuk mendukung terwujudnya perumahan bagi MBR; memfasilitasi penyediaan perumahan dan kawasan permukiman bagi masyarakat, terutama bagi MBR; dan memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat provinsi.   Paragraf 3 Pemerintah Kabupaten/Kota   Pasal 15   Pemerintah kabupaten/kota dalam melaksanakan pembinaan mempunyai tugas: menyusun dan melaksanakan kebijakan dan  strategi  pada tingkat kabupaten/kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi; menyusun dan melaksanakan kebijakan daerah dengan berpedoman pada strategi nasional dan provinsi tentang pendayagunaan dan pemanfaatan hasil  rekayasa  teknologi di bidang perumahan dan kawasan permukiman; menyusun rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota; menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman,  lingkungan hunian, dan kawasan permukiman;   melaksanakan …           melaksanakan pemanfaatan teknologi dan rancang bangun yang ramah lingkungan serta pemanfaatan industri bahan bangunan yang mengutamakan sumber daya dalam negeri dan kearifan lokal yang aman bagi kesehatan; melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan  dan  kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota; melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota; melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota; melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman; melaksanakan kebijakan dan strategi daerah provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan nasional; melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana,  dan  utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman; mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota; mengalokasikan dana dan/atau biaya pembangunan  untuk mendukung terwujudnya perumahan bagi MBR; memfasilitasi penyediaan perumahan dan permukiman bagi masyarakat, terutama bagi MBR; menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba; dan memberikan pendampingan bagi orang perseorangan yang melakukan pembangunan rumah swadaya.   Bagian Ketiga …           Bagian Ketiga Wewenang   Paragraf 1 Pemerintah   Pasal 16   Pemerintah      dalam     melaksanakan                          pembinaan                          mempunyai wewenang: menyusun dan menetapkan norma, standar, pedoman, dan kriteria rumah, perumahan, permukiman, dan lingkungan hunian yang layak, sehat, dan aman; menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman; menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang- undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman; memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat nasional; melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, dan sosialisasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dalam rangka mewujudkan jaminan dan kepastian hukum dan pelindungan hukum dalam bermukim; mengoordinasikan pemanfaatan teknologi dan rancang bangun yang ramah lingkungan serta pemanfaatan industri bahan bangunan yang mengutamakan sumber daya dalam negeri dan kearifan lokal; mengoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman; mengevaluasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat nasional;   mengendalikan …           mengendalikan pelaksanaan kebijakan dan strategi di bidang perumahan dan kawasan permukiman; memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh; menetapkan kebijakan dan strategi nasional dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman; memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman; dan memfasilitasi kerja sama tingkat nasional dan internasional antara Pemerintah dan badan  hukum  dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.     Paragraf 2 Pemerintah Provinsi   Pasal 17   Pemerintah       provinsi       dalam                            melaksanakan                            pembinaan mempunyai wewenang: menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi; menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang- undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi; memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi; melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, dan sosialisasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi dalam rangka mewujudkan jaminan dan kepastian hukum dan pelindungan hukum dalam bermukim;   mengoordinasikan …           mengoordinasikan pemanfaatan teknologi dan rancang bangun yang ramah lingkungan serta pemanfaatan industri bahan bangunan yang mengutamakan sumber daya dalam negeri dan kearifan lokal; mengoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan  dan  kawasan permukiman pada tingkat provinsi; mengevaluasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi; memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat provinsi; mengoordinasikan pencadangan atau penyediaan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR pada tingkat provinsi; menetapkan kebijakan dan strategi daerah  provinsi  dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan nasional; dan memfasilitasi kerja sama pada tingkat provinsi antara pemerintah provinsi dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.   Paragraf 3 Pemerintah Kabupaten/Kota   Pasal 18   Pemerintah kabupaten/kota dalam melaksanakan pembinaan mempunyai wewenang: menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota; menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang- undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota bersama DPRD;   memberdayakan …           memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota; melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota; mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR; menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada tingkat kabupaten/kota; memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman; menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan  permukiman  kumuh  pada tingkat kabupaten/kota; dan memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.     BAB V PENYELENGGARAAN PERUMAHAN   Bagian Kesatu Umum   Pasal 19   Penyelenggaraan rumah dan  perumahan  dilakukan  untuk memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia bagi peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat.   Penyelenggaraan …           (2) Penyelenggaraan rumah dan perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau setiap orang untuk  menjamin hak setiap warga negara untuk menempati, menikmati, dan/atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur.   Pasal 20   Penyelenggaraan perumahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 meliputi: perencanaan perumahan; pembangunan perumahan; pemanfaatan perumahan; dan pengendalian perumahan.   Perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup rumah atau perumahan beserta prasarana, sarana, dan utilitas umum.   Rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibedakan menurut jenis dan bentuknya.   Bagian  Kedua Jenis dan Bentuk Rumah   Pasal 21   Jenis rumah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) dibedakan berdasarkan pelaku pembangunan dan penghunian yang meliputi: rumah komersial; rumah umum; rumah swadaya;   rumah …           rumah khusus; dan rumah negara. Rumah komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diselenggarakan  untuk  mendapatkan keuntungan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Rumah umum sebagaimana dimaksud pada  ayat  (1) huruf b diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR. Rumah swadaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diselenggarakan atas prakarsa dan upaya masyarakat, baik secara sendiri maupun berkelompok. Rumah khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  huruf d diselenggarakan dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah untuk kebutuhan khusus. Rumah umum sebagaimana dimaksud pada  ayat  (1) huruf b mendapatkan  kemudahan  dan/atau  bantuan dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Rumah swadaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat memperoleh bantuan dan kemudahan dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Rumah khusus dan rumah  negara  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e disediakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.   Pasal 22 Bentuk rumah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) dibedakan berdasarkan hubungan atau keterikatan antarbangunan.   Bentuk rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: rumah tunggal; rumah deret; dan   rumah …           c.       rumah susun.   Luas lantai rumah tunggal dan rumah deret memiliki ukuran paling sedikit 36 (tiga puluh enam) meter persegi.   Bagian Ketiga Perencanaan Perumahan   Paragraf 1 Umum   Pasal 23   Perencanaan perumahan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah. Perencanaan perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: perencanaan dan perancangan rumah; dan perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan. Perencanaan perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan bagian dari perencanaan permukiman. Perencanaan perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup rumah sederhana, rumah menengah, dan/atau rumah mewah.         Paragraf 2 …           Paragraf 2 Perencanaan dan Perancangan Rumah   Pasal 24 Perencanaan dan perancangan rumah dilakukan untuk: menciptakan rumah yang layak huni; mendukung upaya pemenuhan kebutuhan rumah oleh masyarakat dan pemerintah; dan meningkatkan tata bangunan dan lingkungan yang terstruktur.   Pasal 25 Perencanaan dan perancangan rumah dilakukan oleh setiap orang yang memiliki keahlian di bidang perencanaan dan perancangan rumah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.   Pasal 26 Hasil perencanaan dan perancangan rumah harus memenuhi persyaratan teknis, administratif, tata ruang, dan ekologis. Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan syarat bagi diterbitkannya izin mendirikan bangunan. Perencanaan dan perancangan rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari perencanaan perumahan dan/atau permukiman.       Pasal 27 …             Pasal  27   Ketentuan lebih lanjut mengenai perencanaan dan perancangan rumah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, dan Pasal 26 diatur dengan Peraturan Pemerintah.   Paragraf 3 Perencanaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Pasal 28 Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan meliputi: rencana        penyediaan                       kaveling              tanah                       untuk perumahan sebagai bagian dari permukiman; dan rencana kelengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan.   Rencana penyediaan kaveling tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan sebagai landasan perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum.   Rencana penyediaan kaveling tanah dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah bagi kaveling siap bangun sesuai dengan rencana tata bangunan dan lingkungan.   Pasal 29   Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 harus memenuhi persyaratan administratif, teknis, dan ekologis.   Perencanaan …             (2) Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum yang telah memenuhi persyaratan wajib mendapat pengesahan dari pemerintah daerah.   Pasal 30   Perencanaan prasarana, sarana,  dan  utilitas  umum  dapat dilakukan oleh setiap orang. Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki keahlian di bidang perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.   Pasal 31   Ketentuan lebih lanjut mengenai perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagaimana  dimaksud  dalam Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 30 diatur dengan Peraturan Pemerintah.   Bagian Keempat Pembangunan Perumahan   Paragraf 1 Umum   Pasal 32   Pembangunan perumahan meliputi: pembangunan rumah dan prasarana, sarana, dan utilitas umum; dan/atau peningkatan kualitas perumahan.     Pembangunan …           Pembangunan perumahan dilakukan dengan mengembangkan teknologi dan rancang bangun yang ramah lingkungan serta mengembangkan industri bahan bangunan yang mengutamakan pemanfaatan sumber  daya dalam negeri dan kearifan lokal yang aman bagi kesehatan.   Industri bahan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memenuhi Standar Nasional Indonesia.   Pasal 33   Pemerintah daerah wajib memberikan kemudahan perizinan bagi badan hukum yang mengajukan rencana pembangunan perumahan untuk MBR.   Pemerintah daerah berwenang mencabut izin pembangunan perumahan terhadap badan hukum yang tidak memenuhi kewajibannya.   Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk kemudahan perizinan dan tata cara pencabutan izin pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.   Pasal 34   Badan hukum yang melakukan  pembangunan  perumahan wajib mewujudkan perumahan dengan  hunian berimbang.   Pembangunan perumahan skala besar yang dilakukan  oleh badan hukum wajib mewujudkan hunian berimbang dalam satu hamparan.     Kewajiban …           Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk badan hukum yang membangun perumahan yang seluruhnya  ditujukan  untuk pemenuhan kebutuhan rumah umum.   Dalam hal pembangunan perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah  dan/atau  pemerintah daerah dapat memberikan insentif kepada badan hukum untuk mendorong pembangunan perumahan dengan hunian berimbang.   Pasal 35   Pembangunan perumahan skala besar dengan hunian berimbang meliputi rumah sederhana, rumah menengah, dan rumah mewah.   Ketentuan mengenai hunian berimbang diatur dengan Peraturan Menteri.   Pasal 36   Dalam hal pembangunan perumahan dengan hunian berimbang tidak dalam satu hamparan, pembangunan rumah umum harus dilaksanakan dalam satu daerah kabupaten/kota.   Pembangunan rumah umum sebagaimana dimaksud  pada ayat (1) harus mempunyai akses menuju pusat pelayanan atau tempat kerja.   Kemudahan akses sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan daerah.   Pembangunan perumahan dengan hunian berimbang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh badan hukum yang sama.   Pasal 37 …           Pasal 37   Ketentuan lebih lanjut mengenai perumahan skala besar dan kriteria hunian berimbang sebagaimana dimaksud  dalam  Pasal 34, Pasal 35, dan Pasal 36 diatur dengan Peraturan Menteri.   Paragraf 2 Pembangunan Rumah   Pasal 38   Pembangunan rumah meliputi pembangunan rumah tunggal, rumah deret, dan/atau rumah susun.   Pembangunan rumah sebagaimana dimaksud pada ayat dikembangkan berdasarkan tipologi, ekologi, budaya, dinamika ekonomi pada tiap daerah, serta mempertimbangkan faktor keselamatan dan keamanan.   Pembangunan rumah sebagaimana dimaksud pada ayat dapat dilakukan oleh setiap orang, Pemerintah, dan/atau pemerintah daerah.   Pembangunan rumah dan perumahan harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.   Pasal 39   Pemerintah dan/atau pemerintah daerah bertanggung jawab dalam pembangunan rumah umum,  rumah  khusus, dan rumah negara.   Pembangunan rumah khusus dan rumah negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibiayai melalui anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.     Rumah …             (3) Rumah  khusus  dan  rumah  negara  sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi barang milik negara/daerah dikelola sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.   Pasal 40   Dalam melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1), Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menugasi dan/atau membentuk lembaga atau badan yang menangani pembangunan perumahan dan permukiman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.   Lembaga atau badan sebagaimana dimaksud pada ayat bertanggung jawab: membangun      rumah     umum,                            rumah     khusus,                            dan rumah negara; menyediakan tanah bagi perumahan; dan melakukan koordinasi dalam proses perizinan dan pemastian kelayakan hunian.   Pasal 41   Pembangunan rumah negara dilakukan untuk mewujudkan ketertiban penyediaan, penghunian, pengelolaan, serta pengalihan status dan hak atas rumah yang dimiliki negara.   Pembangunan rumah negara diselenggarakan berdasarkan pada tipe dan kelas bangunan serta pangkat dan golongan pegawai negeri di atas tanah yang sudah jelas status haknya.   Ketentuan …           (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembangunan, penyediaan, penghunian, pengelolaan, serta pengalihan status dan hak atas rumah yang dimiliki negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.   Pasal 42   Rumah tunggal, rumah deret, dan/atau rumah  susun  yang masih dalam tahap proses pembangunan dapat dipasarkan melalui sistem perjanjian pendahuluan jual beli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.   Perjanjian pendahuluan jual beli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah memenuhi persyaratan kepastian atas: status pemilikan tanah; hal yang diperjanjikan; kepemilikan izin mendirikan bangunan induk; ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum; dan keterbangunan perumahan paling sedikit 20% (dua puluh persen).   Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem perjanjian pendahuluan jual beli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.     Pasal 43   Pembangunan untuk rumah tunggal, rumah deret, dan/atau rumah susun, dapat dilakukan di atas tanah: hak milik;     hak …           hak guna bangunan, baik di atas tanah negara maupun di atas hak pengelolaan; atau hak pakai di atas tanah negara. Pemilikan rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat difasilitasi dengan kredit atau pembiayaan pemilikan rumah. Kredit atau pembiayaan pemilikan rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibebani hak tanggungan. Kredit atau pembiayaan rumah umum tidak harus dibebani hak tanggungan.   Pasal 44   Pembangunan rumah tunggal, rumah deret,  rumah  susun, dan/atau satuan rumah susun dapat dibebankan jaminan utang sebagai pelunasan  kredit  atau pembiayaan. Pelunasan kredit atau pembiayaan sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk membiayai pelaksanaan pembangunan rumah tunggal, rumah deret, atau rumah susun.   Pasal 45   Badan hukum yang melakukan pembangunan rumah tunggal, rumah deret, dan/atau rumah susun tidak boleh melakukan serah terima dan/atau menarik dana lebih dari 80% (delapan puluh persen) dari pembeli, sebelum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2).   Pasal 46   Ketentuan mengenai rumah susun diatur tersendiri dengan undang-undang.   Paragraf 3 …         Paragraf 3 Pembangunan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum   Pasal 47   Pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau setiap orang.   Pembangunan prasarana, sarana, dan  utilitas  umum wajib dilakukan sesuai dengan rencana, rancangan, dan perizinan.   Pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan harus memenuhi persyaratan: kesesuaian antara kapasitas pelayanan dan jumlah rumah; keterpaduan antara prasarana, sarana, dan utilitas umum dan lingkungan hunian; dan ketentuan teknis pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum.   Prasarana, sarana, dan utilitas umum yang telah selesai dibangun oleh setiap orang harus diserahkan kepada pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.   Bagian Kelima Pemanfaatan Perumahan   Paragraf 1 Umum   Pasal 48   Pemanfaatan perumahan digunakan sebagai fungsi hunian.   Pemanfaatan …         Pemanfaatan perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di lingkungan hunian meliputi: pemanfaatan rumah; pemanfaatan prasarana dan sarana perumahan; dan pelestarian rumah, perumahan, serta prasarana dan sarana perumahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.   Paragraf 2 Pemanfaatan Rumah   Pasal 49   Pemanfaatan rumah dapat digunakan sebagai kegiatan usaha secara terbatas tanpa membahayakan dan tidak mengganggu fungsi hunian.   Pemanfaatan rumah selain digunakan untuk fungsi  hunian harus memastikan  terpeliharanya  perumahan  dan lingkungan hunian.   Ketentuan mengenai pemanfaatan rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan daerah.   Paragraf 3 Penghunian   Pasal 50   Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal atau menghuni rumah.   Hak untuk menghuni rumah  sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: hak milik; atau sewa atau bukan dengan cara sewa.   Ketentuan …         (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghunian dengan cara sewa menyewa dan cara bukan sewa  menyewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diatur dengan Peraturan Pemerintah.   Pasal 51   Penghunian rumah negara diperuntukan sebagai tempat tinggal atau hunian untuk menunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri.   Rumah negara sebagaimana dimaksud pada ayat  (1) hanya dapat dihuni selama yang bersangkutan menjabat atau menjalankan tugas kedinasan.   Ketentuan lebih lanjut mengenai penghunian rumah negara diatur dengan Peraturan Pemerintah.   Pasal 52   Orang asing dapat menghuni atau menempati rumah dengan cara hak sewa atau hak pakai.   Ketentuan mengenai orang asing dapat menghuni atau menempati rumah dengan cara hak sewa atau hak pakai sebagaimana dimaksud pada  ayat  (1)  dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan  perundang- undangan.   Bagian Keenam Pengendalian Perumahan   Pasal 53   Pengendalian perumahan dimulai dari tahap: perencanaan;   pembangunan …         pembangunan; dan pemanfaatan.   Pengendalian perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dalam bentuk: perizinan; penertiban; dan/atau penataan.   Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  dan  ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.   Bagian Ketujuh Kemudahan Pembangunan dan Perolehan Rumah bagi MBR Pasal 54 Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan rumah bagi  MBR.   Untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib memberikan kemudahan pembangunan dan perolehan rumah melalui program perencanaan pembangunan perumahan secara bertahap dan berkelanjutan.   Kemudahan dan/atau bantuan pembangunan dan perolehan rumah bagi MBR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa: subsidi perolehan rumah; stimulan rumah swadaya;   insentif …       insentif perpajakan sesuai dengan  ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang  perpajakan; perizinan; asuransi dan penjaminan; penyediaan tanah; sertifikasi tanah; dan/atau prasarana, sarana, dan utilitas umum. Pemberian kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dituangkan dalam akta perjanjian kredit atau pembiayaan untuk perolehan rumah bagi MBR. Ketentuan mengenai kriteria MBR dan persyaratan kemudahan perolehan rumah bagi MBR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.   Pasal 55   Orang perseorangan yang memiliki rumah umum dengan kemudahan yang diberikan Pemerintah atau pemerintah daerah hanya dapat menyewakan dan/atau mengalihkan kepemilikannya atas rumah kepada pihak  lain,  dalam  hal: pewarisan; penghunian setelah jangka waktu paling sedikit 5 (lima) tahun; atau pindah tempat tinggal karena tingkat sosial ekonomi yang lebih baik. Dalam hal dilakukan pengalihan kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf    c, pengalihannya wajib dilaksanakan oleh lembaga yang ditunjuk atau dibentuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dalam bidang perumahan dan permukiman.   Jika …     Jika pemilik meninggalkan rumah secara terus-menerus dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun tanpa memenuhi kewajiban berdasarkan perjanjian, Pemerintah atau pemerintah daerah  berwenang  mengambil  alih kepemilikan rumah tersebut. Rumah yang telah diambil alih oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib didistribusikan kembali kepada MBR. Ketentuan mengenai penunjukkan dan pembentukan lembaga oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Ketentuan lebih lanjut mengenai kemudahan dan/atau bantuan pembangunan dan perolehan rumah bagi MBR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.     BAB VI PENYELENGGARAAN KAWASAN PERMUKIMAN   Bagian Kesatu Umum   Pasal 56   Penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan untuk mewujudkan wilayah yang berfungsi sebagai lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan yang terencana, menyeluruh, terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan rencana tata ruang.   Penyelenggaraan …     (2) Penyelenggaraan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk memenuhi hak warga negara atas tempat tinggal yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur serta menjamin kepastian bermukim.   Pasal 57   Penyelenggaraan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 mencakup lingkungan hunian dan tempat kegiatan pendukung perikehidupan dan penghidupan di perkotaan dan di perdesaan.   Pasal 58   Penyelenggaraan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 wajib dilaksanakan sesuai dengan arahan pengembangan kawasan permukiman  yang terpadu dan berkelanjutan. Arahan pengembangan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: hubungan antarkawasan fungsional sebagai bagian lingkungan hidup di luar kawasan lindung; keterkaitan lingkungan hunian perkotaan dengan lingkungan hunian perdesaan; keterkaitan  antara  pengembangan  lingkungan hunian perkotaan dan pengembangan kawasan perkotaan keterkaitan  antara  pengembangan  lingkungan hunian perdesaan dan pengembangan kawasan perdesaan; keserasian tata kehidupan manusia dengan lingkungan hidup; keseimbangan antara kepentingan publik dan kepentingan setiap orang; dan   lembaga …     g.       lembaga      yang                     mengoordinasikan                     pengembangan kawasan permukiman.   Penyelenggaraan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: pengembangan yang telah ada; pembangunan baru; atau pembangunan kembali.   Ketentuan lebih lanjut mengenai arahan pengembangan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.   Pasal 59   Penyelenggaraan lingkungan hunian perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57  dilakukan  melalui: pengembangan lingkungan hunian perkotaan; pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan; atau pembangunan           kembali                                     lingkungan                                     hunian perkotaan.   Penyelenggaraan pengembangan lingkungan hunian perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mencakup: peningkatan efisiensi potensi lingkungan hunian perkotaan dengan memperhatikan fungsi dan peranan perkotaan; peningkatan          pelayanan                                lingkungan                                hunian perkotaan; peningkatan keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum lingkungan hunian perkotaan; penetapan bagian lingkungan hunian perkotaan yang dibatasi dan yang didorong pengembangannya;   pencegahan …     pencegahan      tumbuhnya                           perumahan      kumuh                           dan permukiman kumuh; dan pencegahan tumbuh dan berkembangnya lingkungan hunian yang tidak terencana dan tidak teratur.   Penyelenggaraan pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mencakup: penyediaan lokasi permukiman; penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum permukiman; dan penyediaan     lokasi     pelayanan                          jasa                          pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.   Pasal 60   Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggung                                           jawab                                           dalam penyelenggaraan pengembangan lingkungan hunian perkotaan, pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan, dan pembangunan kembali  lingkungan  hunian   perkotaan   sebagaimana   dimaksud   dalam  Pasal 59.   Penyelenggaraan pengembangan lingkungan hunian perkotaan, pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan, dan pembangunan kembali  lingkungan  hunian perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pemerintah daerah.   Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat membentuk atau menunjuk badan hukum.   Pembentukan atau penunjukan badan hukum ditetapkan oleh bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.     Khusus … (5)    Khusus      untuk     wilayah     DKI    Jakarta,     pembentukan atau penunjukan badan hukum ditetapkan oleh gubernur.   Pasal 61   Penyelenggaraan lingkungan hunian perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57  dilakukan  melalui: pengembangan lingkungan hunian perdesaan; pembangunan lingkungan hunian baru perdesaan; atau pembangunan kembali lingkungan hunian perdesaan. Penyelenggaraan pengembangan lingkungan hunian perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mencakup : peningkatan efisiensi potensi lingkungan hunian perdesaan dengan memperhatikan fungsi dan peranan perdesaan; peningkatan pelayanan lingkungan hunian perdesaan; peningkatan keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum lingkungan hunian perdesaan; penetapan bagian lingkungan hunian perdesaan yang dibatasi dan yang didorong pengembangannya; peningkatan kelestarian alam dan potensi sumber daya perdesaan; dan pengurangan kesenjangan antara kawasan perkotaan dan perdesaan. Penyelenggaraan pembangunan lingkungan hunian baru perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mencakup:   penyediaan …         penyediaan lokasi permukiman; penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum permukiman; dan penyediaan     lokasi     pelayanan                          jasa                          pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.   Pasal 62 Pembangunan kembali lingkungan hunian perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) huruf c dan pembangunan kembali lingkungan hunian perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) huruf c dimaksudkan untuk memulihkan fungsi lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan. Pembangunan kembali dilakukan dengan cara: rehabilitasi; rekonstruksi; atau peremajaan. Pembangunan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetap melindungi masyarakat penghuni untuk dimukimkan kembali di lokasi yang sama sesuai dengan peraturan perundang-undangan.   Pasal 63 Penyelenggaraan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) dilaksanakan melalui tahapan: perencanaan; pembangunan; pemanfaatan; dan pengendalian.   Bagian Kedua …     Bagian Kedua Perencanaan Kawasan Permukiman   Pasal 64   Perencanaan kawasan permukiman harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.   Perencanaan kawasan permukiman dimaksudkan untuk menghasilkan dokumen rencana kawasan permukiman sebagai pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan dalam pembangunan kawasan permukiman.   Pedoman sebagaimana dimaksud pada  ayat  (2) digunakan untuk memenuhi kebutuhan lingkungan hunian dan digunakan untuk  tempat  kegiatan  pendukung dalam jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.   Perencanaan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan setiap orang.   Dokumen rencana kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh bupati/walikota.   Perencanaan kawasan permukiman harus mencakup: peningkatan         sumber        daya                               perkotaan    atau perdesaan; mitigasi bencana; dan penyediaan atau peningkatan  prasarana,  sarana,  dan utilitas umum.     Pasal 65 …       Pasal 65   Perencanaan kawasan permukiman terdiri atas perencanaan lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan serta  perencanaan tempat kegiatan pendukung perkotaan dan perdesaan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan.   Pasal 66   Perencanaan lingkungan hunian perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 dilakukan melalui: perencanaan pengembangan lingkungan hunian perkotaan; perencanaan pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan; atau perencanaan pembangunan kembali lingkungan hunian perkotaan.   Perencanaan pengembangan lingkungan hunian perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mencakup: penyusunan rencana peningkatan efisiensi potensi lingkungan                                  hunian                                  perkotaan                                  dengan memperhatikan fungsi dan peranan perkotaan; penyusunan rencana peningkatan pelayanan lingkungan hunian perkotaan; penyusunan rencana peningkatan keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum lingkungan hunian perkotaan; penyusunan rencana pencegahan tumbuhnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh; dan penyusunan rencana pencegahan tumbuh dan berkembangnya lingkungan hunian yang tidak terencana dan tidak teratur.   Perencanaan …     Perencanaan pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mencakup: penyusunan             rencana                                   penyediaan                                   lokasi permukiman; penyusunan rencana penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum permukiman; dan penyusunan rencana lokasi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.   Perencanaan pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi perencanaan lingkungan hunian baru skala besar dengan Kasiba dan perencanaan lingkungan hunian baru bukan skala besar dengan prasarana, sarana,  dan  utilitas  umum.   Perencanaan pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan sebagaimana dimaksud pada  ayat  (3) didahului dengan penetapan lokasi pembangunan lingkungan hunian baru yang dapat  diusulkan  oleh  badan hukum bidang perumahan dan permukiman atau pemerintah daerah.   Lokasi pembangunan lingkungan hunian baru sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota.   Penetapan lokasi pembangunan lingkungan hunian baru sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan berdasarkan hasil studi kelayakan; rencana pembangunan perkotaan atau perdesaan; rencana penyediaan tanah; dan analisis        mengenai        dampak                     lalu                  lintas                     dan lingkungan   Pasal 67 …     Pasal 67   Perencanaan lingkungan hunian perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 dilakukan melalui: pengembangan lingkungan hunian perdesaan; pembangunan lingkungan hunian baru perdesaan; atau pembangunan kembali lingkungan hunian perdesaan.   Perencanaan pengembangan lingkungan hunian perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mencakup: penyusunan rencana peningkatan efisiensi potensi lingkungan                                  hunian                                  perdesaan                                  dengan memperhatikan fungsi dan peranan perdesaan; penyusunan rencana peningkatan pelayanan lingkungan hunian perdesaan; penyusunan rencana peningkatan keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum lingkungan hunian perdesaan; penyusunan rencana penetapan bagian lingkungan hunian perdesaan yang dibatasi dan yang didorong pengembangannya; dan penyusunan rencana peningkatan kelestarian alam dan potensi sumber daya perdesaan.   Perencanaan pembangunan lingkungan hunian baru perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mencakup: penyusunan             rencana                                   penyediaan                                   lokasi permukiman; penyusunan rencana penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum permukiman; dan   penyusunan …     c. penyusunan  rencana  penyediaan  lokasi  pelayanan  jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi;.   Pasal 68   Perencanaan pembangunan kembali lingkungan hunian perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat huruf c dan perencanaan pembangunan kembali lingkungan hunian perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) huruf c dimaksudkan untuk memulihkan fungsi lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan.   Perencanaan pembangunan kembali dilakukan dengan cara: penyusunan rencana rehabilitasi; penyusunan rencana rekonstruksi; atau penyusunan rencana peremajaan.     Pasal 69   Perencanaan tempat kegiatan pendukung perkotaan dan perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal  65 meliputi perencanaan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, kegiatan ekonomi, dan prasarana, sarana, dan utilitas umum.   Perencanaan tempat kegiatan pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.     Pasal 70 …     Pasal 70   Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab dalam perencanaan pengembangan lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan, pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan dan perdesaan, dan pembangunan kembali lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan.   Bagian Ketiga Pembangunan Kawasan Permukiman   Pasal 71   Pembangunan kawasan permukiman harus mematuhi rencana dan izin pembangunan lingkungan hunian dan kegiatan pendukung.   Pembangunan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau badan hukum.   Pasal 72   Pembangunan kawasan permukiman terdiri atas pembangunan lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan serta pembangunan tempat kegiatan pendukung perkotaan  dan perdesaan.   Pasal 73   Pembangunan lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 dilakukan melalui: pelaksanaan pengembangan lingkungan hunian; pelaksanaan        pembangunan                              lingkungan                              hunian baru; atau   pelaksanaan …     c.       pelaksanaan        pembangunan                              kembali                              lingkungan hunian.   Pelaksanaan pembangunan lingkungan hunian baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mencakup: pembangunan permukiman; pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum permukiman; dan pembangunan lokasi pelayanan jasa pemerintahan dan pelayanan sosial.   Pasal 74   Pembangunan tempat kegiatan  pendukung  perkotaan dan perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 meliputi pembangunan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, kegiatan ekonomi, dan prasarana, sarana, dan utilitas umum.   Pembangunan tempat kegiatan pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.   Pasal 75   Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab dalam pelaksanaan pengembangan lingkungan hunian, pembangunan lingkungan hunian baru, dan pembangunan kembali lingkungan hunian.     Bagian Keempat …     Bagian Keempat Pemanfaatan Kawasan Permukiman   Pasal 76   Pemanfaatan kawasan permukiman dilakukan untuk: menjamin kawasan permukiman sesuai dengan fungsinya sebagaimana ditetapkan dalam rencana tata  ruang  wilayah; dan mewujudkan struktur ruang sesuai dengan perencanaan kawasan permukiman.   Pasal 77   Pemanfaatan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 terdiri atas pemanfaatan lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan serta pemanfaatan tempat kegiatan pendukung perkotaan dan perdesaan.   Pasal 78   Pemanfaatan lingkungan hunian perkotaan  dan perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 dilakukan melalui: a.          pemanfaatan hasil pengembangan lingkungan hunian; b.          pemanfaatan   hasil   pembangunan   lingkungan hunian baru; atau pemanfaatan           hasil                                  pembangunan                                  kembali lingkungan hunian.   Pemanfaatan hasil pembangunan lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup: tempat tinggal; prasarana, sarana, dan utilitas umum permukiman; dan   lokasi …     c.       lokasi     pelayanan      jasa                pemerintahan,                pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.   Pasal 79   Pemanfaatan tempat kegiatan pendukung perkotaan dan perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77  meliputi pemanfaatan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, kegiatan ekonomi, dan prasarana, sarana, dan utilitas umum.   Pemanfaatan tempat kegiatan pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.   Pasal 80   Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab dalam pemanfaatan hasil pengembangan lingkungan hunian, pembangunan lingkungan hunian baru, dan pembangunan kembali lingkungan hunian di perkotaan atau perdesaan.   Bagian Kelima Pengendalian Kawasan Permukiman   Paragraf 1 Umum   Pasal 81   Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab melaksanakan pengendalian dalam penyelenggaraan kawasan permukiman.   Pengendalian kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk:   menjamin …     menjamin pelaksanaan pembangunan permukiman dan pemanfaatan permukiman sesuai dengan rencana kawasan permukiman; mencegah tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh; dan mencegah terjadinya tumbuh dan berkembangnya lingkungan hunian yang tidak terencana dan tidak teratur.   Pasal 82   Pengendalian dalam penyelenggaraan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81  ayat (1) dilakukan pada tahap: perencanaan; pembangunan; dan pemanfaatan.   Pengendalian kawasan permukiman dilakukan pada lingkungan hunian perkotaan dan lingkungan hunian perdesaan.   Pengendalian penyelenggaraan lingkungan hunian perkotaan dilaksanakan pada: pengembangan perkotaan; atau perkotaan baru.   Pengendalian penyelenggaraan lingkungan hunian perdesaan dilaksanakan pada pengembangan perdesaan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, sosial, dan/atau budaya perdesaan.     Paragraf 2 …     Paragraf 2 Pengendalian Perencanaan Kawasan Permukiman Pasal 83 Pengendalian pada tahap perencanaan  dilakukan  dengan: mengawasi rencana penyediaan prasarana, sarana dan utilitas umum sesuai dengan standar pelayanan minimal; dan memberikan batas zonasi lingkungan hunian dan tempat kegiatan pendukung.   Pengendalian perencanaan kawasan permukiman dilakukan oleh pemerintah daerah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.   Paragraf 3 Pengendalian Pembangunan Kawasan Permukiman Pasal  84 Pengendalian pada tahap pembangunan dilakukan  dengan mengawasi pelaksanaan pembangunan pada kawasan permukiman.   Pengendalian dilakukan untuk  menjaga  kualitas  kawasan permukiman.   Pengendalian pada tahap pembangunan yang dilakukan dengan mengawasi pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat  (1)  terdiri  atas kegiatan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan.   Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan                                  kegiatan                                  pengamatan                                  terhadap penyelenggaraan kawasan permukiman secara langsung, tidak langsung, dan/atau melalui laporan masyarakat.   Evaluasi …     Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan kegiatan penilaian terhadap tingkat pencapaian penyelenggaraan kawasan  permukiman secara terukur dan objektif.   Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan kegiatan penyampaian hasil evaluasi.   Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan penyelenggaraan kawasan permukiman diatur dengan Peraturan Pemerintah.   Paragraf 4 Pengendalian Pemanfaatan Kawasan Permukiman Pasal 85 Pengendalian pada tahap  pemanfaatan  dilakukan dengan: pemberian insentif; pengenaan disinsentif; dan pengenaan sanksi.   Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa: insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; pemberian kompensasi; subsidi silang; pembangunan serta pengadaan prasarana, sarana, dan utilitas umum; dan/atau kemudahan prosedur perizinan.   Pengenaan disinsentif sebagaimana  dimaksud  pada  ayat (1) huruf b berupa:   pengenaan …     pengenaan retribusi daerah; pembatasan penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum; pengenaan kompensasi; dan/atau pengenaan      sanksi      berdasarkan                          Undang-Undang ini. Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dapat dilakukan oleh: Pemerintah kepada pemerintah daerah; pemerintah       daerah      kepada                           pemerintah                           daerah lainnya; Pemerintah dan/atau pemerintah daerah kepada badan hukum; atau Pemerintah dan/atau pemerintah daerah kepada masyarakat. Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pemberian insentif, pengenaan disinsentif, dan pengenaan sanksi  diatur  dengan  Peraturan Pemerintah.   BAB VII PEMELIHARAAN DAN PERBAIKAN   Bagian Kesatu Umum   Pasal 86   Pemeliharaan dan perbaikan dimaksudkan  untuk menjaga fungsi perumahan dan kawasan permukiman yang dapat berfungsi secara baik  dan  berkelanjutan untuk kepentingan peningkatan kualitas hidup orang perorangan.   Pemeliharaan …     Pemeliharaan dan perbaikan sebagaimana  dimaksud  pada ayat (1) dilakukan pada rumah serta prasarana, sarana, dan utilitas umum di perumahan, permukiman, lingkungan hunian dan kawasan permukiman.   Pemeliharaan dan perbaikan sebagaimana  dimaksud  pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau setiap orang.   Pasal 87   Pemerintah dan/atau pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap pemeliharaan dan perbaikan prasarana, sarana, dan utilitas umum di perumahan, permukiman,  lingkungan hunian, dan kawasan permukiman.   Bagian Kedua Pemeliharaan   Pasal 88   Pemeliharaan rumah dan prasarana, sarana, dan utilitas umum dilakukan melalui perawatan dan pemeriksaan secara berkala.   Pemeliharaan rumah sebagaimana dimaksud pada ayat wajib dilakukan oleh setiap orang.   Pasal 89   Pemeliharaan prasarana, sarana, dan utilitas  umum  untuk perumahan, dan  permukiman  wajib  dilakukan oleh pemerintah daerah dan/atau setiap orang.   Pemeliharaan sarana dan utilitas umum untuk  lingkungan hunian wajib dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau badan hukum.   Pemeliharaan …     (3) Pemeliharaan prasarana untuk  kawasan  permukiman wajib dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau badan hukum.   Pasal 90   Ketentuan lebih lanjut mengenai pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 dan Pasal 89 diatur dengan Peraturan Pemerintah.   Bagian Ketiga Perbaikan   Pasal 91   Perbaikan rumah dan prasarana, sarana, atau utilitas umum dilakukan melalui rehabilitasi atau pemugaran.   Pasal 92   Perbaikan rumah wajib dilakukan oleh setiap orang.   Perbaikan prasarana, sarana, dan utilitas umum untuk perumahan dan permukiman wajib dilakukan oleh pemerintah daerah dan/atau setiap orang.   Perbaikan sarana dan utilitas umum untuk lingkungan hunian wajib dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau setiap orang.   Perbaikan prasarana untuk kawasan permukiman wajib dilakukan oleh Pemerintah,  pemerintah  daerah,  dan/atau badan hukum.   Pasal 93   Ketentuan lebih lanjut mengenai perbaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 dan Pasal 92 diatur dengan  Peraturan Pemerintah.   BAB VIII …     BAB VIII PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH   Bagian Kesatu Umum   Pasal 94   Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh guna meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan masyarakat penghuni dilakukan untuk mencegah  tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru serta untuk menjaga dan meningkatkan kualitas dan fungsi perumahan dan permukiman.   Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan pada prinsip kepastian bermukim yang menjamin hak setiap warga negara untuk menempati, menikmati, dan/atau memiliki tempat tinggal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.   Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan  oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau setiap orang.       Bagian Kedua …     Bagian Kedua Pencegahan   Pasal 95   Pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru mencakup: ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi; ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum; penurunan kualitas rumah, perumahan, dan permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum; dan pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata  ruang  wilayah.   Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui: pengawasan dan pengendalian; dan pemberdayaan masyarakat.   Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan atas kesesuaian terhadap perizinan, standar teknis, dan kelaikan fungsi melalui pemeriksaan secara berkala sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.   Pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan terhadap pemangku kepentingan bidang perumahan dan kawasan permukiman melalui pendampingan dan pelayanan informasi.     Pencegahan …     Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan oleh Pemerintah,  pemerintah  daerah,  dan/atau setiap orang.   Ketentuan lebih lanjut mengenai pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.   Bagian Ketiga Peningkatan Kualitas   Paragraf 1 Umum   Pasal 96   Dalam upaya peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menetapkan kebijakan, strategi, serta pola-pola penanganan yang manusiawi, berbudaya, berkeadilan, dan ekonomis.   Pasal 97   Peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 didahului dengan penetapan  lokasi  perumahan kumuh dan permukiman kumuh dengan pola-pola penanganan: pemugaran; peremajaan; atau pemukiman kembali.     Pola-pola …     Pola-pola penanganan terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh sebagaimana dimaksud pada ayat dilanjutkan melalui pengelolaan untuk mempertahankan tingkat kualitas perumahan dan permukiman.   Paragraf 2 Penetapan Lokasi   Pasal 98   Penetapan lokasi perumahan dan permukiman kumuh wajib memenuhi persyaratan: kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota; kesesuaian      dengan     rencana                          tata           bangunan                          dan lingkungan; kondisi dan kualitas prasarana, sarana, dan utilitas umum yang memenuhi persyaratan dan tidak membahayakan penghuni; tingkat keteraturan dan kepadatan bangunan; kualitas bangunan; dan kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat.   Penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh wajib didahului proses pendataan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dengan melibatkan peran masyarakat.   Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh pemerintah daerah dengan peraturan daerah.     Paragraf 3 …         Paragraf 3 Pemugaran   Pasal 99   Pemugaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (1) huruf a dilakukan untuk perbaikan dan/atau pembangunan kembali, perumahan dan permukiman menjadi perumahan  dan permukiman yang layak huni.     Paragraf 4 Peremajaan   Pasal 100   Peremajaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat huruf b dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah, perumahan, permukiman, dan lingkungan hunian yang lebih baik guna melindungi keselamatan dan keamanan penghuni dan masyarakat sekitar.   Peremajaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan terlebih dahulu menyediakan tempat tinggal bagi masyarakat terdampak.   Kualitas rumah, perumahan, dan permukiman yang diremajakan harus diwujudkan secara lebih baik dari kondisi sebelumnya.   Peremajaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan  ayat (3) dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya  dengan  melibatkan peran masyarakat.   Paragraf  5 …     Paragraf 5 Pemukiman Kembali   Pasal 101   Pemukiman kembali  sebagaimana  dimaksud  dalam Pasal 97 ayat (1) huruf c dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah, perumahan, dan permukiman yang lebih baik guna melindungi keselamatan dan keamanan penghuni dan masyarakat.   Pemukiman kembali sebagaimana dimaksud pada ayat dilakukan dengan memindahkan masyarakat terdampak dari lokasi yang tidak mungkin dibangun kembali karena tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan/atau rawan bencana serta dapat menimbulkan  bahaya bagi barang ataupun orang.   Pasal 102   Pemukiman kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 wajib dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota.   Lokasi yang akan ditentukan sebagai tempat untuk pemukiman kembali ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan melibatkan peran masyarakat.   Paragraf 6 Pengelolaan   Pasal 103   Pengelolaan dilakukan untuk mempertahankan dan menjaga kualitas perumahan dan permukiman secara berkelanjutan.   Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh masyarakat secara swadaya.   Pengelolaan …         (3) Pengelolaan oleh masyarakat  sebagaimana  dimaksud  pada ayat (2) dapat difasilitasi oleh pemerintah daerah.   Bagian Keempat Pengaturan Lebih Lanjut   Pasal 104   Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penetapan lokasi, pemugaran, peremajaan, pemukiman kembali, dan pengelolaan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh diatur dengan Peraturan Pemerintah.   BAB  IX  PENYEDIAAN TANAH   Pasal 105   Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab atas ketersediaan tanah untuk pembangunan perumahan dan kawasan permukiman.   Ketersediaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk penetapannya di dalam rencana tata ruang wilayah merupakan tanggung jawab pemerintahan  daerah.   Pasal 106   Penyediaan tanah untuk pembangunan rumah, perumahan, dan kawasan permukiman dapat dilakukan melalui: pemberian hak atas tanah terhadap tanah yang langsung dikuasai negara; konsolidasi tanah oleh pemilik tanah;   peralihan …     peralihan atau pelepasan hak atas tanah oleh pemilik tanah; pemanfaatan dan pemindahtanganan tanah barang milik negara atau milik daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; pendayagunaan tanah negara bekas tanah terlantar; dan/atau pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.   Pasal 107   Tanah yang langsung dikuasai oleh negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 huruf  a  yang  digunakan untuk pembangunan rumah, perumahan, dan/atau kawasan permukiman diserahkan melalui pemberian hak atas tanah kepada setiap orang yang melakukan pembangunan rumah, perumahan, dan kawasan permukiman.   Pemberian hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada keputusan gubernur atau bupati/walikota tentang penetapan  lokasi  atau  izin lokasi.   Dalam hal tanah yang langsung dikuasai negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat garapan masyarakat, hak atas tanah diberikan setelah pelaku pembangunan perumahan dan permukiman selaku pemohon hak atas tanah menyelesaikan ganti rugi atas seluruh garapan masyarakat berdasarkan kesepakatan.   Dalam hal tidak ada kesepakatan tentang ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penyelesaiannya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.   Pasal 108 …         Pasal 108   Konsolidasi tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 huruf b dapat dilakukan di atas tanah  milik  pemegang hak atas tanah dan/atau di atas tanah negara yang digarap oleh masyarakat.   Konsolidasi tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan kesepakatan: antarpemegang hak atas tanah; antarpenggarap tanah negara; atau antara penggarap tanah negara dan pemegang hak atas tanah.   Konsolidasi tanah dapat dilaksanakan apabila paling sedikit 60% (enam puluh persen) dari pemilik tanah yang luas tanahnya meliputi paling sedikit 60% (enam puluh persen) dari luas seluruh areal tanah yang akan dikonsolidasi menyatakan persetujuannya.   Kesepakatan paling sedikit 60% (enam puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mengurangi hak masyarakat sebesar 40% (empat  puluh  persen)  untuk mendapatkan aksesibilitas.   Pasal 109   Konsolidasi tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 huruf b dapat dilaksanakan bagi pembangunan  rumah tunggal, rumah deret, atau rumah susun.   Penetapan lokasi konsolidasi tanah dilakukan oleh bupati/walikota.   Khusus untuk DKI Jakarta, penetapan lokasi konsolidasi tanah ditetapkan oleh gubernur.   Lokasi …         (4) Lokasi konsolidasi tanah yang sudah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak memerlukan izin lokasi.   Pasal 110   Dalam pembangunan rumah umum dan rumah swadaya yang didirikan di atas tanah hasil konsolidasi, Pemerintah wajib memberikan kemudahan berupa: sertifikasi hak atas tanah; penetapan lokasi; desain konsolidasi; dan pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum.   Pasal 111   Sertifikasi terhadap pemilik tanah hasil konsolidasi tidak dikenai bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.   Sertifikasi terhadap penggarap tanah negara hasil konsolidasi dikenai bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.   Pasal 112   Konsolidasi tanah dapat dilaksanakan melalui kerja sama dengan badan hukum.   Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan perjanjian tertulis antara penggarap tanah negara dan/atau pemegang hak atas tanah dan badan hukum dengan prinsip kesetaraan yang dibuat di hadapan pejabat yang berwenang.   Pasal 113   Ketentuan lebih lanjut mengenai konsolidasi tanah diatur dengan Peraturan Pemerintah.   Pasal 114 …         Pasal 114   Peralihan atau pelepasan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 huruf c dilakukan setelah badan hukum memperoleh izin lokasi.   Peralihan hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat di hadapan pejabat pembuat akta tanah setelah ada kesepakatan bersama.   Pelepasan hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang.   Peralihan hak atau pelepasan hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) wajib didaftarkan pada kantor pertanahan kabupaten/kota sesuai dengan  ketentuan  peraturan  perundang- undangan.   Pasal 115   Pemanfaatan dan pemindahtanganan tanah barang milik negara atau milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 huruf d  bagi  pembangunan  rumah, perumahan, dan kawasan permukiman diperuntukkan pembangunan rumah umum dan/atau rumah khusus.   Pemanfaatan dan pemindahtanganan tanah barang milik negara atau milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.     Pasal 116 …         Pasal 116   Pendayagunaan tanah negara bekas tanah terlantar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 huruf e bagi pembangunan rumah, perumahan, dan kawasan permukiman diperuntukkan  pembangunan  rumah umum, rumah khusus, dan penataan  permukiman kumuh.   Pendayagunaan tanah negara bekas tanah terlantar sebagaimana dimaksud pada  ayat  (1)  dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan  perundang- undangan.     Pasal 117   Pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 huruf f bagi pembangunan rumah, perumahan, dan kawasan permukiman diperuntukkan  pembangunan  rumah umum, rumah khusus, dan penataan  permukiman kumuh.   Pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat  (1)  dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.       BAB X …         BAB X PENDANAAN DAN SISTEM PEMBIAYAAN   Bagian Kesatu Umum   Pasal 118   Pendanaan dan sistem pembiayaan dimaksudkan untuk memastikan ketersediaan dana dan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk  pemenuhan  kebutuhan rumah, perumahan, permukiman, serta lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan.   Pemerintah dan pemerintah daerah mendorong pemberdayaan sistem pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).   Bagian Kedua Pendanaan   Pasal 119   Sumber dana untuk pemenuhan kebutuhan rumah, perumahan, permukiman, serta lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan berasal dari: anggaran pendapatan dan belanja negara; anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan/atau sumber dana lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.   Pasal 120   Dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 dimanfaatkan untuk mendukung:   penyelenggaraan …         penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman; dan/atau kemudahan dan/atau bantuan pembangunan dan perolehan rumah bagi MBR sesuai dengan standar pelayanan minimal.   Bagian Ketiga Sistem Pembiayaan   Paragraf 1 Umum   Pasal 121   Pemerintah dan/atau pemerintah daerah harus melakukan upaya pengembangan sistem pembiayaan untuk penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.   Pengembangan sistem pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: lembaga pembiayaan; pengerahan dan pemupukan dana; pemanfaatan sumber biaya; dan kemudahan atau bantuan pembiayaan.   Sistem pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan prinsip konvensional atau prinsip syariah melalui: pembiayaan primer perumahan; dan/atau pembiayaan sekunder perumahan.     Paragraf 2 …         Paragraf 2 Lembaga Pembiayaan   Pasal 122   Pemerintah atau pemerintah daerah dapat menugasi atau membentuk badan hukum pembiayaan di bidang perumahan dan kawasan permukiman.   Badan hukum pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas menjamin ketersediaan dana murah jangka panjang untuk penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.   Dalam hal pembangunan dan pemilikan rumah umum  dan swadaya, badan hukum pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menjamin: ketersediaan dana murah jangka panjang; kemudahan dalam mendapatkan akses kredit atau pembiayaan; dan keterjangkauan dalam membangun, memperbaiki, atau memiliki rumah.   Penugasan dan pembentukan badan hukum pembiayaan di bidang perumahan dan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.   Paragraf  3 Pengerahan dan Pemupukan Dana   Pasal 123   Pengerahan dan pemupukan  dana  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (2) huruf b meliputi: dana masyarakat;   dana …     dana tabungan perumahan termasuk hasil investasi atas kelebihan likuiditas; dan/atau dana lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.   Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab mendorong pemberdayaan bank dalam pengerahan dan pemupukan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman secara berkelanjutan.   Pemerintah dan pemerintah daerah mendorong pemberdayaan lembaga keuangan bukan bank dalam pengerahan dan pemupukan dana tabungan perumahan dan dana lainnya  khusus  untuk  perumahan  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c bagi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.   Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara  pengerahan dan pemupukan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.   Pasal 124   Ketentuan mengenai tabungan perumahan diatur tersendiri dengan undang-undang.   Paragraf 4 Pemanfaatan Sumber Biaya   Pasal 125   Pemanfaatan sumber biaya digunakan untuk pembiayaan: konstruksi; perolehan rumah; pembangunan rumah, rumah umum, atau perbaikan rumah swadaya;   pemeliharaan …     pemeliharaan dan perbaikan rumah; peningkatan kualitas perumahan dan kawasan permukiman; dan/atau kepentingan lain di bidang perumahan dan kawasan permukiman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.   Paragraf 5 Kemudahan dan Bantuan Pembiayaan Pasal 126 Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan kemudahan dan/atau bantuan pembiayaan untuk pembangunan dan perolehan rumah umum dan rumah swadaya bagi MBR.   Dalam hal pemanfaatan sumber biaya yang digunakan untuk pemenuhan kebutuhan rumah umum atau rumah swadaya, MBR selaku pemanfaat atau pengguna yang mendapatkan kemudahan  dan/atau  bantuan pembiayaan wajib mengembalikan pembiayaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.   Kemudahan dan/atau bantuan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: skema pembiayaan; penjaminan atau asuransi; dan/atau dana murah jangka panjang.   Ketentuan lebih lanjut mengenai kemudahan dan/atau bantuan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.   Paragraf 6 …     Paragraf 6 Pembiayaan Primer   Pasal 127   Pembiayaan primer perumahan dilaksanakan oleh badan hukum. Badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga keuangan sebagai penyalur kredit atau pembiayaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.   Paragraf 7 Pembiayaan Sekunder   Pasal 128   Pembiayaan sekunder perumahan berfungsi memberikan fasilitas pembiayaan untuk meningkatkan kapasitas dan kesinambungan pembiayaan perolehan rumah.   Pembiayaan sekunder perumahan sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh lembaga keuangan bukan bank.   Lembaga keuangan bukan bank sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melakukan sekuritisasi aset pembiayaan perolehan rumah yang hasilnya sepenuhnya diperuntukkan keberlanjutan fasilitas pembiayaan perolehan rumah untuk MBR.   Sekuritisasi aset pembiayaan perolehan rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan melalui pasar modal.     BAB XI …     BAB XI HAK  DAN KEWAJIBAN   Pasal 129   Dalam         penyelenggaraan           perumahan                     dan                                  kawasan permukiman, setiap orang berhak: menempati, menikmati, dan/atau memiliki/memperoleh rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur; melakukan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman; memperoleh informasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman; memperoleh manfaat dari penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman; memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialami secara langsung sebagai akibat penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman; dan mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan terhadap penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang merugikan masyarakat.   Pasal 130   Dalam         penyelenggaraan           perumahan                     dan                                  kawasan permukiman, setiap orang wajib: menjaga keamanan, ketertiban, kebersihan, dan  kesehatan di perumahan dan kawasan permukiman; turut mencegah terjadinya penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang merugikan dan membahayakan kepentingan orang lain dan/atau kepentingan umum; menjaga dan memelihara prasarana lingkungan, sarana lingkungan, dan utilitas umum yang berada  di  perumahan dan kawasan permukiman; dan   mengawasi …     d. mengawasi pemanfaatan dan berfungsinya prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman.   BAB XII PERAN MASYARAKAT   Pasal 131 Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan peran masyarakat. Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memberikan masukan dalam: penyusunan rencana pembangunan perumahan dan kawasan permukiman; pelaksanaan          pembangunan                                perumahan                                dan kawasan permukiman; pemanfaatan perumahan dan kawasan permukiman; pemeliharaan        dan      perbaikan                                perumahan                                dan kawasan permukiman; dan/atau pengendalian       penyelenggaraan                               perumahan                               dan kawasan permukiman; Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan membentuk forum pengembangan perumahan dan kawasan permukiman.   Pasal 132 Forum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (3) mempunyai fungsi dan tugas: menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat; membahas dan merumuskan pemikiran arah pengembangan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman;   meningkatkan …     meningkatkan peran dan pengawasan masyarakat; memberikan masukan kepada Pemerintah; dan/atau melakukan peran arbitrase dan mediasi di bidang penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.   Forum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari unsur: instansi pemerintah yang terkait dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman; asosiasi perusahaan penyelenggara perumahan dan kawasan permukiman; asosiasi profesi penyelenggara perumahan dan kawasan permukiman; asosiasi perusahaan barang dan jasa mitra usaha penyelenggara perumahan dan kawasan permukiman; pakar di bidang perumahan dan kawasan permukiman; dan/atau lembaga swadaya masyarakat dan/atau yang mewakili konsumen yang berkaitan dengan penyelenggaraan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman.   Pasal 133   Ketentuan lebih lanjut mengenai peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (1) dan ayat (2), serta forum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (3) dan Pasal 132 diatur dengan Peraturan Menteri.     BAB XIII …         BAB XIII LARANGAN   Pasal 134   Setiap orang dilarang menyelenggarakan pembangunan perumahan, yang tidak membangun  perumahan  sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasana, sarana, dan utilitas umum yang diperjanjikan.   Pasal 135   Setiap orang dilarang menyewakan atau mengalihkan kepemilikannya atas rumah umum kepada pihak lain.   Pasal 136   Setiap orang dilarang menyelenggaraan lingkungan hunian atau Kasiba yang tidak memisahkan lingkungan hunian atau Kasiba menjadi satuan lingkungan perumahan atau Lisiba.   Pasal 137   Setiap orang dilarang menjual satuan lingkungan perumahan atau Lisiba yang belum menyelesaikan status hak atas tanahnya.   Pasal 138   Badan hukum yang melakukan pembangunan rumah tunggal, rumah deret, dan/atau rumah susun  dilarang  melakukan serah terima dan/atau menarik dana lebih dari 80% (delapan puluh persen) dari pembeli sebelum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45.     Pasal 139 …         Pasal 139   Setiap orang dilarang membangun perumahan dan/atau permukiman di luar kawasan yang  khusus  diperuntukkan  bagi perumahan dan permukiman.   Pasal 140   Setiap orang dilarang membangun, perumahan, dan/atau permukiman di tempat yang berpotensi dapat menimbulkan bahaya bagi barang ataupun orang.   Pasal 141   Setiap pejabat dilarang mengeluarkan izin pembangunan rumah, perumahan, dan/atau permukiman yang tidak sesuai dengan fungsi dan pemanfaatan ruang.   Pasal 142   Setiap orang dilarang menolak atau menghalang-halangi kegiatan pemukiman kembali rumah, perumahan, dan/atau permukiman yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah setelah terjadi kesepakatan dengan masyarakat setempat.   Pasal 143   Setiap orang dilarang menginvestasikan dana dari pemupukan dana tabungan perumahan selain untuk pembiayaan kegiatan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.   Pasal 144   Badan Hukum yang menyelenggarakan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman, dilarang mengalihfungsikan prasarana, sarana, dan utilitas umum di luar fungsinya.   Pasal 145 …         Pasal 145   Badan hukum yang belum  menyelesaikan  status  hak  atas tanah lingkungan hunian atau Lisiba, dilarang menjual satuan permukiman. Orang perseorangan dilarang membangun Lisiba.     Pasal 146   Badan hukum yang membangun Lisiba dilarang menjual kaveling tanah matang tanpa rumah. Dalam hal pembangunan perumahan untuk MBR dengan kaveling tanah matang ukuran kecil, larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan.   BAB XIV PENYELESAIAN SENGKETA   Pasal 147   Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah untuk mufakat.   Pasal 148   Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak  yang  dirugikan  dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak  yang  bersengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa.   Penyelesaian …         Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsilisiasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.   Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghilangkan tanggung jawab pidana.   Pasal 149   Gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 ayat (1) atas pelanggaran dapat dilakukan oleh: orang perseorangan; badan hukum; masyarakat; dan/atau pemerintah dan/atau instansi terkait.   BAB XV SANKSI ADMINISTRATIF   Pasal 150   Setiap orang yang menyelenggarakan perumahan dan kawasan permukiman yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), 29 ayat (1), Pasal 30 ayat (2), Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 36 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 38 ayat (4), Pasal 45, Pasal 47 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), Pasal 49 ayat (2), Pasal 63, Pasal 71 ayat (1), Pasal 126 ayat (2), Pasal 134, Pasal 135, Pasal 136, Pasal 137, Pasal  138,  Pasal  139,  Pasal  140, Pasal 141, Pasal 142, Pasal  143,  Pasal  144,  Pasal  145, atau Pasal 146 ayat (1) dikenai sanksi administratif.   Sanksi …         Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat dapat berupa: peringatan tertulis; pembatasan  kegiatan pembangunan; penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan; penghentian sementara atau penghentian tetap pada pengelolaan perumahan; penguasaan sementara oleh pemerintah (disegel); kewajiban     membongkar      sendiri                       bangunan            dalam jangka waktu tertentu; pembatasan kegiatan usaha; pembekuan izin mendirikan bangunan; pencabutan izin mendirikan bangunan; pembekuan/pencabutan         surat                                                      bukti                                                      kepemilikan rumah; perintah pembongkaran bangunan rumah; pembekuan  izin usaha; pencabutan  izin usaha; pengawasan; pembatalan izin; kewajiban pemulihan fungsi lahan dalam jangka waktu tertentu; pencabutan insentif; pengenaan denda administratif; dan/atau penutupan lokasi.   Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, besaran denda,  tata cara, dan mekanisme  pengenaan  sanksi  administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.   BAB XVI …         BAB XVI KETENTUAN PIDANA   Pasal 151   Setiap orang yang menyelenggarakan pembangunan perumahan, yang tidak membangun perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, dan utilitas umum yang diperjanjikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal  134,  dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).   Selain pidana sebagaimana dimaksud pada ayat  (1)  pelaku dapat dijatuhi pidana tambahan berupa membangun kembali perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, dan utilitas umum yang diperjanjikan.   Pasal 152   Setiap orang yang menyewakan atau mengalihkan kepemilikannya atas rumah umum kepada pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).   Pasal 153   Setiap orang yang menyelenggaraan lingkungan hunian atau Kasiba yang tidak memisahkan lingkungan hunian atau Kasiba menjadi satuan lingkungan perumahan atau Lisiba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).   Selain pidana sebagaimana dimaksud pada ayat  (1), pelaku dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan izin.   Pasal 154 …         Pasal 154   Setiap orang yang menjual satuan  lingkungan  perumahan  atau Lisiba yang belum menyelesaikan status hak atas  tanahnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).   Pasal 155   Badan hukum yang dengan sengaja melakukan serah terima dan/atau menerima pembayaran lebih dari 80% (delapan puluh persen) dari pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 138, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).   Pasal 156   Setiap orang yang dengan sengaja membangun perumahan dan/atau permukiman di luar kawasan yang khusus diperuntukkan bagi perumahan dan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).   Pasal 157   Setiap orang yang dengan sengaja membangun perumahan, dan/atau permukiman di tempat yang berpotensi dapat menimbulkan bahaya  bagi  barang  ataupun  orang sebagaimana dimaksud dalam  Pasal  140,    dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).   Pasal 158 …           Pasal 158   Setiap pejabat yang dengan sengaja mengeluarkan izin pembangunan rumah, perumahan, dan/atau permukiman  yang tidak sesuai dengan fungsi dan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).   Pasal 159   Setiap orang yang dengan sengaja menolak atau menghalang- halangi kegiatan pemukiman kembali rumah, perumahan, atau permukiman yang telah ditetapkan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah setelah terjadi kesepakatan dengan masyarakat setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).   Pasal 160   Setiap orang yang dengan sengaja menginvestasikan dana dari pemupukan dana tabungan perumahan selain untuk pembiayaan kegiatan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal  143, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).   Pasal 161   Orang perseorangan yang dengan sengaja membangun Lisiba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (2), dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).   Selain …         (2) Selain pidana sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (1), pelaku dapat dipidana dengan pidana tambahan berupa pembongkaran Lisiba yang biayanya ditanggung oleh pelaku.   Pasal 162   Dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), Badan Hukum yang: mengalihfungsikan prasarana, sarana, dan utilitas umum diluar fungsinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144; menjual      satuan                                           permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (1); atau membangun lisiba yang menjual kaveling tanah matang tanpa rumah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1).   Selain pidana bagi badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengurus badan hukum dapat dijatuhi pidana dengan pidana penjara paling lama  5  (lima) tahun.   Pasal 163   Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (1), Pasal 152, Pasal 153, Pasal 154, Pasal 156,  Pasal  157, Pasal 160, atau Pasal 161 dilakukan oleh badan hukum, maka selain pidana penjara dan pidana denda terhadap pengurusnya, pidana dapat dijatuhkan terhadap badan hukum berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda terhadap orang.     BAB XVII …         BAB XVII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 164 Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469), dan peraturan perundang-undangan lainnya mengenai perumahan dan permukiman, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.   BAB  XVIII  KETENTUAN PENUTUP Pasal 165 Semua peraturan pelaksanaan yang ditentukan dalam Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. Semua kelembagaan yang perlu dibentuk atau yang perlu ditingkatkan statusnya sebagaimana diatur dalam undang-undang ini sudah terbentuk paling lama 2 (dua) tahun sejak undang-undang ini diundangkan.   Pasal 166 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.   Pasal 167 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.   Agar …         Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.   Disahkan di Jakarta pada tanggal 12 Januari 2011 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd.     DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO   Diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 Januari 2011   MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,   ttd.   PATRIALIS AKBAR     LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 7     Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Perekonomian dan Industri,         Setio Sapto Nugroho       PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN     UMUM   Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28H ayat (1) menyebutkan,  bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir  dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tempat tinggal mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri,  mandiri, dan produktif sehingga terpenuhinya kebutuhan tempat tinggal  merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia, yang  akan  terus  ada dan berkembang sesuai dengan tahapan atau siklus kehidupan manusia.   Negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia.  Sebagai  salah  satu  kebutuhan dasar manusia, idealnya rumah harus dimiliki oleh setiap keluarga, terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan bagi masyarakat yang tinggal di daerah padat penduduk di perkotaan. Negara juga bertanggung jawab dalam menyediakan dan memberikan kemudahan perolehan rumah bagi masyarakat melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman serta keswadayaan masyarakat.  Penyediaan  dan kemudahan perolehan rumah tersebut merupakan satu kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang, kehidupan ekonomi,  dan  sosial budaya yang mampu menjamin kelestarian lingkungan hidup sejalan dengan semangat demokrasi, otonomi daerah, dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.     Pembangunan … Pembangunan            perumahan            dan          kawasan     - 2 - permukiman yang bertumpu pada masyarakat memberikan hak dan kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat untuk ikut berperan. Sejalan dengan peran masyarakat di dalam pembangunan perumahan dan  kawasan permukiman, Pemerintah dan pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab untuk menjadi fasilitator, memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat, serta melakukan penelitian dan pengembangan yang meliputi berbagai aspek yang terkait,  antara  lain,  tata ruang, pertanahan, prasarana lingkungan, industri bahan dan komponen, jasa konstruksi dan rancang bangun, pembiayaan, kelembagaan, sumber daya manusia, kearifan lokal, serta peraturan perundang-undangan yang mendukung.   Kebijakan umum pembangunan perumahan diarahkan untuk: memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat dan aman yang didukung  prasarana,  sarana, dan utilitas umum secara berkelanjutan serta yang mampu mencerminkan kehidupan masyarakat yang berkepribadian Indonesia; ketersediaan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pemenuhan kebutuhan rumah, perumahan, permukiman, serta lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan; mewujudkan perumahan yang serasi dan seimbang sesuai dengan tata ruang serta tata guna tanah yang berdaya guna dan berhasil guna; memberikan hak pakai dengan tidak mengorbankan kedaulatan  negara; dan mendorong iklim investasi asing.   Sejalan dengan arah kebijakan umum tersebut, penyelenggaraan perumahan dan permukiman, baik di daerah  perkotaan  yang  berpenduduk padat maupun di daerah perdesaan yang ketersediaan lahannya lebih luas perlu diwujudkan adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pengelolaannya. Pemerintah dan pemerintah daerah perlu memberikan kemudahan perolehan rumah bagi masyarakat  berpenghasilan rendah melalui program perencanaan pembangunan perumahan secara bertahap dalam bentuk pemberian kemudahan pembiayaan dan/atau pembangunan prasarana, sarana, dan  utilitas  umum di lingkungan hunian.       Penyelenggaraan …     - 3 - Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman tidak hanya melakukan pembangunan baru, tetapi juga melakukan pencegahan serta pembenahan perumahan dan kawasan permukiman yang telah  ada  dengan melakukan pengembangan, penataan, atau  peremajaan  lingkungan hunian perkotaan atau  perdesaan  serta  pembangunan kembali terhadap perumahan kumuh dan  permukiman  kumuh.  Untuk  itu, penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman perlu dukungan anggaran yang bersumber dari anggaran pendapatan  dan belanja negara, anggaran pendapatan belanja daerah,  lembaga pembiayaan, dan/atau swadaya masyarakat. Dalam hal ini, Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat perlu melakukan upaya pengembangan sistem pembiayaan perumahan dan permukiman secara menyeluruh dan terpadu.   Di samping itu, sebagai bagian dari masyarakat internasional yang turut menandatangani Deklarasi Rio de Janeiro, Indonesia selalu aktif dalam kegiatan-kegiatan yang diprakarsai oleh United Nations Centre for Human Settlements. Jiwa dan semangat yang tertuang dalam Agenda 21 dan Deklarasi Habitat II adalah bahwa rumah merupakan kebutuhan dasar manusia dan menjadi hak bagi semua orang untuk menempati  hunian  yang layak dan terjangkau (adequate and affordable shelter for all). Dalam Agenda 21 ditekankan pentingnya rumah sebagai hak asasi manusia. Hal itu telah sesuai pula dengan semangat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.   Pengaturan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dilakukan untuk memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan  permukiman  sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan, terutama bagi MBR, meningkatkan daya guna dan hasil  guna  sumber  daya alam bagi pembangunan perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di lingkungan hunian perkotaan maupun lingkungan hunian perdesaan, dan  menjamin  terwujudnya  rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat,  aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan. Penyelenggaraan perumahan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia bagi peningkatan   dan …     - 4 - dan pemerataan kesejahteraan rakyat, yang meliputi perencanaan perumahan, pembangunan perumahan, pemanfaatan perumahan dan pengendalian perumahan.   Salah satu hal khusus yang diatur dalam undang-undang ini adalah keberpihakan negara terhadap masyarakat berpenghasilan rendah. Dalam kaitan ini, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah dengan memberikan kemudahan pembangunan dan perolehan rumah melalui program perencanaan pembangunan perumahan secara bertahap dan berkelanjutan. Kemudahan pembangunan dan perolehan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah itu, dengan memberikan kemudahan, berupa pembiayaan, pembangunan prasarana,  sarana,  dan  utilitas  umum, keringanan biaya perizinan, bantuan stimulan, dan insentif fiskal.   Penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan untuk mewujudkan wilayah yang berfungsi sebagai lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan yang terencana, menyeluruh, terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan  rencana  tata ruang. Penyelenggaraan kawasan permukiman tersebut bertujuan untuk memenuhi hak warga negara atas tempat tinggal yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur serta  menjamin  kepastian bermukim, yang wajib dilaksanakan sesuai dengan arahan pengembangan kawasan permukiman yang terpadu dan berkelanjutan.   Undang-undang perumahan dan kawasan permukiman  ini  juga  mencakup pemeliharaan dan perbaikan  yang  dimaksudkan  untuk menjaga fungsi perumahan dan kawasan permukiman agar dapat  berfungsi secara baik dan berkelanjutan untuk kepentingan peningkatan kualitas hidup orang perseorangan yang dilakukan terhadap rumah serta prasarana, sarana, dan utilitas umum di perumahan, permukiman, lingkungan hunian dan kawasan permukiman. Di samping itu, juga dilakukan pengaturan pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang dilakukan untuk meningkatkan  mutu  kehidupan  dan  penghidupan  masyarakat penghuni perumahan kumuh dan permukiman kumuh. Hal ini dilaksanakan berdasarkan prinsip kepastian bermukim yang menjamin     hak …     - 5 - hak setiap warga negara untuk menempati, memiliki, dan/atau menikmati tempat tinggal, yang dilaksanakan sejalan dengan kebijakan penyediaan tanah untuk pembangunan perumahan dan kawasan permukiman.   PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas.   Pasal 2 Huruf a Yang dimaksud dengan “asas kesejahteraan” adalah  memberikan landasan agar kebutuhan perumahan  dan  kawasan permukiman yang layak bagi masyarakat dapat terpenuhi sehingga masyarakat mampu mengembangkan diri dan beradab, serta dapat melaksanakan fungsi sosialnya.   Huruf b Yang dimaksud dengan “asas keadilan dan pemerataan” adalah memberikan landasan agar hasil pembangunan di bidang perumahan dan kawasan permukiman dapat dinikmati secara proporsional dan merata bagi seluruh rakyat.   Huruf c Yang dimaksud dengan “asas  kenasionalan”  adalah memberikan landasan agar hak kepemilikan tanah hanya berlaku untuk warga negara Indonesia, sedangkan hak menghuni dan menempati oleh orang asing hanya dimungkinkan dengan cara hak sewa atau hak pakai atas  rumah.   Huruf d Yang dimaksud dengan “asas keefisienan dan kemanfaatan” adalah memberikan landasan agar  penyelenggaraan  perumahan dan kawasan permukiman dilakukan dengan memaksimalkan potensi yang dimiliki berupa sumber daya   tanah …     - 6 - tanah, teknologi rancang bangun, dan  industri  bahan  bangunan yang sehat untuk memberikan keuntungan dan manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat.   Huruf e Yang dimaksud dengan “asas keterjangkauan dan kemudahan” adalah memberikan landasan agar hasil pembangunan di  bidang perumahan dan kawasan permukiman dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, serta mendorong terciptanya iklim kondusif dengan memberikan kemudahan bagi MBR agar setiap warga negara Indonesia mampu memenuhi kebutuhan dasar akan perumahan dan permukiman.   Huruf f Yang dimaksud dengan “asas kemandirian dan kebersamaan” adalah memberikan landasan agar  penyelenggaraan  perumahan dan kawasan permukiman bertumpu  pada  prakarsa, swadaya, dan peran masyarakat untuk turut serta mengupayakan pengadaan dan pemeliharaan terhadap aspek- aspek perumahan dan kawasan permukiman sehingga mampu membangkitkan kepercayaan, kemampuan, dan kekuatan sendiri, serta terciptanya kerja sama antara pemangku kepentingan di bidang perumahan dan kawasan permukiman.   Huruf g Yang dimaksud dengan “asas kemitraan” adalah memberikan landasan agar penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah  daerah dengan melibatkan peran  pelaku  usaha  dan masyarakat, dengan prinsip saling memerlukan, memercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang dilakukan, baik langsung maupun tidak langsung.   Huruf h Yang dimaksud dengan “asas keserasian dan keseimbangan” adalah            memberikan landasan agar penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dilakukan dengan mewujudkan keserasian antara struktur ruang dan pola ruang,   keselarasan …     - 7 - keselarasan antara kehidupan manusia dengan lingkungan, keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antardaerah, serta memperhatikan dampak penting terhadap lingkungan.   Huruf i Yang dimaksud dengan “asas keterpaduan” adalah memberikan landasan agar penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dilaksanakan dengan memadukan  kebijakan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, dan pengendalian, baik intra- maupun antarinstansi serta sektor terkait dalam kesatuan yang bulat  dan  utuh,  saling  menunjang, dan saling mengisi.   Huruf j Yang dimaksud dengan “asas kesehatan” adalah memberikan landasan agar pembangunan perumahan dan kawasan permukiman memenuhi standar rumah  sehat,  syarat  kesehatan lingkungan, dan perilaku hidup sehat.   Huruf k Yang dimaksud dengan “asas kelestarian dan keberlanjutan” adalah memberikan landasan agar penyediaan perumahan dan kawasan permukiman dilakukan dengan memperhatikan kondisi lingkungan hidup, dan menyesuaikan  dengan kebutuhan yang terus meningkat sejalan dengan laju kenaikan jumlah penduduk dan luas kawasan  secara  serasi  dan seimbang untuk generasi sekarang dan generasi yang akan datang.   Huruf l Yang dimaksud dengan “keselamatan, keamanan, ketertiban, dan keteraturan” adalah memberikan landasan agar penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman memperhatikan masalah  keselamatan  dan  keamanan bangunan beserta infrastrukturnya, keselamatan dan keamananan lingkungan dari berbagai ancaman yang membahayakan penghuninya, ketertiban administrasi, dan keteraturan dalam pemanfaatan perumahan dan kawasan permukiman.   Pasal 3 …     - 8 - Pasal 3 Huruf a Yang dimaksud dengan “kepastian hukum” adalah jaminan hukum bagi setiap orang untuk bertempat tinggal secara layak, baik yang bersifat milik maupun bukan milik melalui cara sewa dan cara  bukan sewa. Jaminan hukum antara lain meliputi kesesuaian peruntukan dalam tata ruang, legalitas tanah, perizinan,  dan  kondisi kelayakan rumah sebagaimana yang  diatur  dalam  peraturan perundang-undangan.   Huruf b Yang dimaksud dengan “penataan dan pengembangan wilayah” adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian yang dilakukan untuk menjaga keselarasan, keserasian, keseimbangan, dan keterpaduan antardaerah, antara pusat dan daerah, antarsektor, dan antarpemangku kepentingan, sebagai bagian utama dari pengembangan perkotaan dan perdesaan yang dapat mengarahkan persebaran penduduk dan mengurangi ketidakseimbangan               pembangunan                                                  antarwilayah                                                 serta ketidaksinambungan pemanfaatan ruang.   Huruf c Yang dimaksud dengan “daya guna dan hasil guna sumber daya alam” adalah kemampuan untuk meningkatkan segala potensi dan sumber daya alam tanpa mengganggu keseimbangan  dan  kelestarian fungsi lingkungan dalam rangka menjamin terwujudnya penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang berkualitas di lingkungan hunian perkotaan dan lingkungan hunian perdesaan.   Huruf d Yang dimaksud dengan “memberdayakan para pemangku kepentingan” adalah upaya meningkatkan  peran  masyarakat dengan memobilisasi potensi dan sumber daya secara proporsional untuk mewujudkan perumahan dan kawasan permukiman yang madani. Para pemangku kepentingan antara lain meliputi masyarakat, swasta, lembaga keuangan, Pemerintah  dan  pemerintah daerah.   Huruf e …     - 9 - Huruf e Cukup jelas.   Huruf f Yang dimaksud dengan “rumah yang layak huni dan terjangkau” adalah rumah yang memenuhi persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan serta kesehatan penghuninya, yang mampu dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Yang dimaksud dengan “lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan” adalah lingkungan yang memenuhi persyaratan tata ruang, kesesuaian hak atas tanah dan rumah, dan tersedianya prasarana, sarana, dan utilitas umum yang memenuhi persyaratan baku mutu lingkungan.   Pasal 4 Cukup jelas.   Pasal 5 Cukup jelas.   Pasal 6 Cukup jelas.   Pasal 7 Ayat (1) Cukup Jelas   Ayat (2) Cukup Jelas   Ayat (3) Cukup Jelas   Ayat (4) Yang dimaksud dengan “menjadi pedoman“ adalah bahwa rencana penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman di daerah mengacu kepada rencana penyelenggaraan perumahan dan   kawasan …     - 10 - kawasan permukiman Nasional, bukan untuk membatasi kewenangan daerah, tetapi agar ada acuan  yang  jelas,  sinergis,  dan keterkaitan dari setiap perencanaan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman di tingkat daerah, berdasarkan kewenangan otonomi yang dimilikinya sesuai dengan platform rencana penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman nasional. Rencana penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman di daerah dijabarkan lebih  lanjut berdasarkan visi dan misi kepala daerah yang diformulasikan  dalam bentuk RPJM daerah.   Ayat (5) Yang dimaksud dengan “menjadi pedoman“ adalah bahwa rencana penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman di tingkat kabupaten/kota mengacu kepada rencana penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman di tingkat provinsi.   Pasal 8 Cukup jelas.   Pasal 9 Cukup jelas.   Pasal 10 Cukup jelas.   Pasal 11 Cukup jelas.   Pasal 12 Cukup jelas.   Pasal 13 Cukup jelas.   Pasal 14 Cukup jelas.       Pasal 15 …         Pasal 15 Huruf a Cukup jelas.   Huruf b Cukup jelas.   Huruf c Cukup jelas.   Huruf d Cukup jelas.   Huruf e Cukup jelas.   Huruf f Cukup jelas.   Huruf g Cukup jelas.   Huruf h Cukup jelas.   Huruf i Cukup jelas.   Huruf j Cukup jelas.   Huruf k Cukup jelas.   Huruf l Cukup jelas.   Huruf m Cukup jelas.   - 11 -                                                                           Huruf n …     - 12 - Huruf n Cukup jelas.   Huruf o Cukup jelas.   Huruf p Yang dimaksud dengan “pendampingan bagi orang perseorangan” adalah upaya memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat yang berprakarsa dan berupaya melakukan pembangunan rumah secara mandiri.   Pasal 16 Cukup jelas.   Pasal 17 Cukup jelas.   Pasal 18 Cukup jelas.   Pasal 19 Cukup jelas.   Pasal 20 Cukup jelas.   Pasal 21 Ayat (1) Cukup jelas.   Ayat (2) Cukup jelas.   Ayat (3) Cukup jelas.   Ayat (4) Cukup jelas.   Ayat (5)                                                                                                              Ayat (5) …     - 13 - Yang dimaksud dengan “kebutuhan khusus”, antara lain adalah kebutuhan untuk perumahan transmigrasi, pemukiman kembali korban bencana, dan rumah sosial untuk menampung orang lansia, masyarakat miskin, yatim piatu, dan anak terlantar, serta termasuk juga untuk pembangunan rumah yang lokasinya terpencar dan rumah di wilayah perbatasan negara.   Ayat (6) Cukup jelas.   Ayat (7) Yang dimaksud dengan “bantuan dan kemudahan”  adalah  dukungan dana dan kemudahan akses bagi masyarakat berpenghasilan rendah dalam memenuhi kebutuhan rumahnya.   Ayat (8) Cukup jelas.   Pasal 22 Ayat (1) Cukup jelas.   Ayat (2) Yang dimaksud dengan “rumah tunggal” adalah rumah yang mempunyai kaveling sendiri dan salah satu dinding bangunan tidak dibangun tepat pada batas kaveling. Yang dimaksud dengan “rumah deret” adalah beberapa rumah yang satu atau lebih dari sisi bangunan menyatu dengan sisi satu atau lebih bangunan lain atau rumah lain, tetapi masing-masing mempunyai kaveling sendiri. Yang dimaksud dengan “rumah susun” adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal, dan merupakan satuan- satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.   Ayat (3) …     - 14 - Ayat (3) Cukup jelas.   Pasal 23 Ayat (1) Cukup jelas.   Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan “perencanaan” adalah kegiatan merencanakan kebutuhan ruang  untuk  setiap  unsur  rumah  dan kebutuhan jenis prasarana yang melekat pada bangunan, dan keterkaitan dengan rumah lain serta prasarana di luar rumah. Yang dimaksud dengan “perancangan” adalah kegiatan merancang bentuk, ukuran, dan tata letak, bahan bangunan, unsur rumah, serta perhitungan kekuatan  konstruksi  yang terdiri atas pondasi, dinding, dan atap, serta kebutuhan anggarannya.   Huruf b Cukup jelas.   Ayat (3) Cukup jelas.   Ayat (4) Cukup jelas.   Pasal 24 Huruf a Yang dimaksud dengan “rumah yang layak huni” adalah  rumah  yang memenuhi persyaratan keselamatan bangunan,  dan  kecukupan minimum luas bangunan, serta kesehatan penghuni.   Huruf b Cukup jelas.     Huruf c …     - 15 - Huruf c Yang dimaksud dengan “tata bangunan dan lingkungan” adalah kegiatan pembangunan untuk merencanakan, melaksanakan, memperbaiki, mengembangkan, atau melestarikan bangunan dan lingkungan tertentu sesuai dengan prinsip pemanfaatan ruang dan pengendalian bangunan gedung dan lingkungan secara optimal,  yang terdiri atas proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan perbaikan bangunan gedung dan lingkungan.   Pasal 25 Yang dimaksud dengan “setiap orang yang memiliki keahlian” adalah setiap orang yang memiliki sertifikat keahlian yang dibuktikan dengan sertifikat atau bukti kompetensi.   Pasal 26 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “persyaratan teknis” antara  lain  persyaratan tentang struktur bangunan, keamanan, keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan yang berhubungan dengan rancang bangun, termasuk kelengkapan  prasarana  dan  fasilitas lingkungan. Yang dimaksud dengan “persyaratan administratif” antara lain perizinan usaha dari perusahaan pembangunan perumahan, izin lokasi, peruntukannya, status hak atas tanah, dan/atau Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Yang dimaksud dengan “persyaratan ekologis” adalah persyaratan yang berkaitan dengan keserasian dan keseimbangan fungsi lingkungan, baik antara lingkungan buatan dengan lingkungan  alam maupun dengan sosial budaya, termasuk nilai-nilai budaya bangsa yang perlu dilestarikan. Yang termasuk persyaratan ekologis antara lain analisis dampak lingkungan dalam pembangunan perumahan.   Ayat (2) Cukup jelas.   Ayat (3) Cukup jelas.   Pasal 27 …     - 16 - Pasal 27 Cukup jelas.   Pasal 28 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas.   Huruf b Yang dimaksud dengan “rencana kelengkapan prasarana” paling sedikit meliputi jalan, drainase, sanitasi, dan air minum. Yang dimaksud dengan “rencana kelengkapan sarana” paling sedikit meliputi rumah ibadah dan ruang terbuka hijau (RTH). Yang dimaksud dengan “rencana kelengkapan utilitas umum” paling sedikit meliputi, jaringan listrik termasuk KWH meter  dan jaringan telepon. Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan harus mempertimbangkan kebutuhan prasarana, sarana, dan utilitas umum bagi masyarakat yang mempunyai keterbatasan fisik, misalnya penyandang cacat dan lanjut usia.   Ayat (2) Yang dimaksud dengan “rencana penyediaan kaveling  tanah”  dalam ketentuan ini adalah penyediaan sebidang tanah yang dibagi dengan ukuran tertentu yang dipersiapkan sebagai dasar perencanaan kebutuhan prasarana, sarana, dan utilitas umum untuk perumahan.   Ayat (3) Cukup jelas.   Pasal 29 Cukup jelas.   Pasal 30 Cukup jelas.   Pasal 31 Cukup jelas.   Pasal 32 …     - 17 - Pasal 32 Cukup jelas.   Pasal 33 Ayat (1) Pemberian kemudahan perizinan bagi badan hukum yang mengajukan rencana pembangunan perumahan untuk MBR dimaksudkan untuk mendorong iklim berusaha bagi badan hukum di bidang perumahan dan permukiman sekaligus dalam upaya mewujudkan pemenuhan kebutuhan perumahan bagi MBR.   Ayat (2) Cukup jelas.   Ayat (3) Cukup jelas.   Pasal 34 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “hunian berimbang” adalah perumahan  atau lingkungan hunian yang dibangun secara berimbang antara rumah sederhana, rumah menengah, dan rumah mewah.   Ayat (2) Yang dimaksud dengan “perumahan skala besar” adalah  perumahan yang direncanakan secara menyeluruh dan terpadu  yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap.   Ayat (3) Cukup jelas.   Ayat (4) Cukup jelas.   Pasal 35 Cukup jelas.     Pasal 36 …     - 18 - Pasal 36 Cukup jelas.   Pasal 37 Cukup jelas.   Pasal 38   Ayat (1)   Cukup jelas.     Ayat (2)   Yang dimaksud dengan “tipologi” adalah klasifikasi rumah yang berupa rumah tapak atau rumah susun berdasarkan bentuk permukaan tanah, tempat rumah berdiri meliputi rumah di atas tanah keras, rumah di atas tanah lunak, rumah di garis pantai/pasang surut, rumah di atas  air/terapung  (menetap),  rumah di atas air/terapung (berpindah-pindah). Yang dimaksud dengan “ekologi” adalah  persyaratan  yang berkaitan dengan keserasian dan keseimbangan, baik antara lingkungan buatan dengan lingkungan alam maupun dengan lingkungan sosial budaya,  termasuk  nilai-nilai  budaya  bangsa yang perlu dilestarikan. Yang dimaksud dengan “budaya” adalah klasifikasi rumah berdasarkan hasil akal budi/adat istiadat  manusia  yang diwujudkan dalam bentuk dan arsitektural dan kelengkapan ruangan rumah. Yang dimaksud dengan “dinamika ekonomi” adalah kondisi permintaan masyarakat dari berbagai selera yang dipengaruhi oleh tingkat keterjangkauan dan kebutuhan rumah.     Ayat (3) …     - 19 - Ayat (3) Cukup jelas.   Ayat (4) Cukup jelas.   Pasal 39 Cukup jelas.   Pasal 40 Cukup jelas.   Pasal 41 Cukup jelas.     Pasal 42   Ayat (1)   Yang dimaksud dengan “perjanjian pendahuluan jual beli” adalah kesepakatan melakukan jual beli rumah yang masih dalam proses pembangunan antara calon pembeli rumah dengan  penyedia  rumah yang diketahui oleh pejabat yang berwenang.   Ayat (2)   Huruf a   Cukup jelas.   Huruf b   Yang dimaksud dengan “hal yang diperjanjikan” adalah kondisi rumah yang dibangun dan dijual kepada konsumen, yang dipasarkan melalui media promosi, meliputi lokasi rumah, kondisi tanah/kaveling, bentuk rumah, spesifikasi bangunan, harga rumah, prasarana, sarana, dan utilitas   umum …     - 20 - umum perumahan, fasilitas lain, waktu serah terima rumah, serta penyelesaian sengketa.   Huruf c Cukup jelas.   Huruf d Cukup jelas.   Huruf e Yang dimaksud dengan “keterbangunan perumahan paling sedikit 20% (dua puluh persen)” adalah hal telah terbangunnya rumah paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari seluruh jumlah unit rumah serta  ketersediaan  prasarana, sarana, dan utilitas umum dalam suatu  perumahan yang direncanakan.   Ayat (3) Cukup jelas.   Pasal 43 Ayat (1) Cukup jelas.   Ayat (2) Yang    dimaksud      dengan     “pemilikan     rumah”             adalah           pemilikan rumah berikut hak atas tanahnya.   Ayat (3) Cukup jelas.   Ayat (4) Cukup jelas.   Pasal 44 Cukup jelas.   Pasal 45 Cukup jelas.   Pasal 46 …     - 21 - Pasal 46 Cukup jelas.   Pasal 47 Ayat (1) Lihat penjelasan Pasal 28 ayat (1) huruf b.   Ayat (2) Yang dimaksud dengan “rencana” adalah rencana lokasi dan rencana teknis yang meliputi rencana jumlah dan jenis prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan yang terintegrasi dengan perumahan yang sudah ada serta lingkungan hunian lainnya. Yang dimaksud dengan “rancangan” adalah desain teknis untuk mewujudkan rumah serta prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan.   Ayat (3) Cukup jelas.   Ayat (4) Cukup jelas.   Pasal 48 Cukup jelas.   Pasal 49 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “usaha secara terbatas” adalah kegiatan usaha yang diperkenankan dapat dikerjakan di rumah untuk mendukung terlaksananya fungsi hunian. Yang dimaksud dengan “kegiatan usaha  yang  tidak  membahayakan fungsi hunian” adalah kegiatan usaha yang tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan bencana yang dapat mengganggu dan menyebabkan kerugian. Yang dimaksud dengan “kegiatan yang tidak mengganggu fungsi hunian” adalah kegiatan yang tidak menimbulkan penurunan kenyamanan hunian dari penciuman, suara, suhu/asap, sampah yang ditimbulkan dan sosial.   Ayat (2) …     - 22 - Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.   Pasal 50 Cukup jelas.   Pasal 51 Cukup jelas.   Pasal 52 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “orang asing” adalah orang yang bukan Warga Negara Indonesia. Ayat (2) Cukup jelas.   Pasal 53 Ayat (1) Pengendalian perumahan dimaksudkan untuk menjaga dan meningkatkan kualitas perumahan agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sekaligus mencegah terjadinya penurunan kualitas dan terjadinya pemanfaatan yang tidak sesuai.   Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan “perizinan” adalah cara pengendalian yang dilakukan melalui pemberian arahan dalam bentuk perizinan yang antara lain meliputi izin mendirikan bangunan dan izin penghunian.   Huruf b Yang dimaksud dengan “penertiban” adalah cara pengendalian yang dilakukan melalui tindakan penegakan hukum bagi perumahan yang dalam pembangunan dan pemanfaatannya tidak sesuai dengan rencana atau ketentuan peraturan perundang-undangan.   Huruf c …     - 23 - Huruf c Yang dimaksud dengan “penataan” adalah cara pengendalian yang dilakukan melalui perbaikan  dalam  penyelenggaraan agar sesuai dengan tujuan penyelenggaraan perumahan.   Ayat (3) Cukup jelas.   Pasal 54 Ayat (1) Cukup jelas.   Ayat (2) Yang dimaksud dengan “program perencanaan pembangunan perumahan secara bertahap dan berkelanjutan” adalah rencana pembangunan tahunan, rencana program jangka menengah, dan rencana program jangka panjang.   Ayat (3) Cukup jelas.   Ayat (4) Yang termasuk perolehan rumah dapat berupa pemilikan rumah, perbaikan rumah, dan sewa beli rumah.   Ayat (5) Cukup jelas.   Pasal 55 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “hanya dapat menyewakan” adalah pembatasan menyewakan dan/atau mengalihkan perolehan atas rumah yang melalui kemudahan dari Pemerintah atau pemerintah daerah kepada pihak lain dimaksudkan untuk memenuhi  kebutuhan rumah umum bagi MBR,  memberikan  kesempatan  yang sama bagi MBR lainnya untuk memperoleh kemudahan perolehan rumah umum, dan menjadi sarana pengendalian pengelolaan rumah umum.   Huruf a …     - 24 - Huruf a Cukup jelas.   Huruf b Yang dimaksud dengan “paling sedikit 5 (lima) tahun” adalah tempo waktu penghunian minimum pada rumah  umum  sejak diperolehnya kemudahan dari Pemerintah atau pemerintah daerah.   Huruf c Cukup jelas.   Ayat (2) Yang dimaksud dengan “lembaga” adalah lembaga yang ditunjuk atau dibentuk Pemerintah atau pemerintah daerah antara lain  untuk melaksanakan distribusi  dan  pelimpahan/pengalihan  rumah umum yang diperoleh MBR.   Ayat (3) Yang dimaksud dengan “perjanjian” adalah perikatan perjanjian antara MBR penerima kemudahan Pemerintah atau pemerintah daerah dengan lembaga yang ditunjuk atau dibentuk pemerintah antara lain untuk menghuni, memelihara, dan tidak mengalihkan rumah tersebut kepada pihak lain selama jangka waktu tertentu.   Ayat (4) Yang dimaksud dengan “didistribusikan kembali kepada MBR” adalah pengalokasian rumah umum kepada MBR yang berhak sesuai dengan persyaratan untuk memperoleh kemudahan dalam memiliki/menghuni rumah umum.   Ayat (5) Cukup jelas.   Ayat (6) Cukup jelas.     Pasal 56 …     - 25 - Pasal 56 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “tempat kegiatan yang mendukung” adalah bagian dari kawasan perkotaan dan kawasan perdesaaan guna mendukung perikehidupan dan penghidupan penghuni kawasan tersebut yang berupa aktivitas pelayanan jasa pemerintahan, aktivitas pelayanan jasa sosial, dan aktivitas ekonomi.   Ayat (2) Cukup jelas.   Pasal 57 Cukup jelas.   Pasal 58 Cukup jelas.   Pasal 59 Ayat (1) Cukup jelas.   Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan “efisiensi potensi lingkungan hunian perkotaan” adalah upaya untuk meminimalkan penggunaan sumber daya untuk menciptakan kondisi lingkungan hunian perkotaan secara lebih optimal, guna meningkatkan pelayanan perkotaan. Huruf b Yang dimaksud dengan “peningkatan pelayanan” adalah upaya yang harus dilakukan melalui penyediaan prasarana, sarana,  dan utilitas umum sesuai dengan kebutuhan sehingga fungsi lingkungan hunian perkotaan dapat memadai. Huruf c Peningkatan keterpaduan prasarana,  sarana,  dan  utilitas umum perkotaan dimaksudkan  untuk  menciptakan  fungsi, baik lingkungan hunian yang telah ada maupun lingkungan hunian yang baru sehingga lebih baik dan dapat mendukung   perikehidupan …     - 26 - perikehidupan dan penghidupan setiap penghuni dalam lingkungan hunian yang sehat, aman,  serasi,  dan  berkelanjutan.   Huruf d Yang dimaksud dengan “penetapan bagian lingkungan hunian perkotaan yang dibatasi dan yang didorong pengembangannya” adalah pembatasan bagian-bagian dalam kawasan perkotaan yang dapat dikembangkan sebagai upaya  peningkatan pelayanan lingkungan hunian perkotaan,  dan  bagian  yang tidak dapat dikembangkan karena keterbatasan daya dukung lingkungan yang dimaksudkan untuk keselamatan penghuni kawasan perkotaan.   Huruf e Yang dimaksud dengan “pencegahan tumbuhnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh” adalah upaya penetapan fungsi sesuai dengan tata ruang.   Huruf f Yang dimaksud dengan “tumbuh dan berkembangnya lingkungan hunian yang tidak terencana dan teratur” adalah tumbuh berkembangnya perumahan di lokasi yang tidak direncanakan untuk perumahan atau fungsi lain akibat perkembangan lingkungan hunian perkotaan yang tidak sesuai dengan tata ruang.   Ayat (3) Cukup jelas.   Pasal 60 Cukup jelas.           Pasal 61 …     - 27 - Pasal 61 Ayat (1) Penyelenggaraan lingkungan hunian  perdesaan  dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi pelayanan prasarana dan sarana penunjang kegiatan pertanian, baik yang dibutuhkan sebelum proses produksi, dalam proses produksi, maupun setelah proses produksi. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan “efisiensi potensi lingkungan hunian perdesaan” adalah upaya untuk meminimalkan penggunaan sumber daya untuk menciptakan kondisi perdesaan secara lebih optimal. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas.   Huruf d Cukup jelas.   Huruf e Cukup jelas.   Huruf f Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.   Pasal 62 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “pembangunan kembali lingkungan hunian perkotaan dan pembangunan kembali lingkungan hunian perdesaan” adalah upaya mengembalikan  atau  memulihkan kondisi fisik dan non fisik kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan agar dapat berfungsi kembali sesuai  ketentuan  peraturan perundang-undangan.     Yang …     - 28 - Yang dimaksud dengan bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis, seperti gempa bumi, akibat perang, tsunami dan lain-lain.   Yang dimaksud dengan penurunan kualitas perumahan dan permukiman adalah proses menurunnya kondisi fisik, non  fisik  dan fungsi perumahan dan kawasan permukiman yang dapat menganggu perikehidupan dan penghidupan penghuni dan sekitarnya.   Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan “rehabilitasi” adalah pembangunan kembali lingkungan hunian perkotaan atau lingkungan hunian perdesaan melalui perbaikan dan/atau pembangunan baru rumah dan prasarana, sarana, dan utilitas umum untuk memulihkan fungsi hunian secara wajar sampai tingkat yang memadai.   Huruf b Yang dimaksud dengan “rekonstruksi” adalah pembangunan kembali lingkungan hunian perkotaan atau lingkungan hunian perdesaan melalui perbaikan dan/atau pembangunan baru rumah dan prasarana, sarana, dan utilitas umum dengan  sasaran                       utama                           menumbuhkembangkan                           kegiatan perekonomian, sosial, dan budaya.   Huruf c Yang dimaksud dengan “peremajaan” adalah pembangunan kembali perumahan dan permukiman yang dilakukan melalui penataan secara menyeluruh meliputi rumah dan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan permukiman.     Ayat (3) …     - 29 - Ayat (3) Yang dimaksud dengan “tetap melindungi masyarakat penghuni di lokasi yang sama” bertujuan untuk memberikan jaminan hak bermukim dengan tanpa menggusur penghuni lama.   Pasal 63 Cukup jelas.   Pasal 64 Cukup jelas.   Pasal 65 Cukup jelas.   Pasal 66 Cukup jelas.   Pasal 67 Cukup jelas.   Pasal 68 Cukup jelas.   Pasal 69 Cukup jelas.   Pasal 70 Cukup jelas.   Pasal 71 Cukup jelas.   Pasal 72 Cukup jelas.   Pasal 73 Cukup jelas.     Pasal 74 …     - 30 - Pasal 74 Cukup jelas.   Pasal 75 Cukup jelas.   Pasal 76 Cukup jelas.   Pasal 77 Cukup jelas.   Pasal 78 Cukup jelas.   Pasal 79 Cukup jelas.   Pasal 80 Cukup jelas.   Pasal 81 Cukup jelas.   Pasal 82 Cukup jelas.   Pasal 83 Cukup jelas.   Pasal 84 Cukup jelas.   Pasal 85 Ayat (1) Huruf a Pemberian insentif dimaksudkan untuk mendorong setiap orang agar memanfaatkan kawasan permukiman sesuai dengan fungsinya.   Huruf b ...     - 31 - Huruf b Pengenaan disinsentif dimaksudkan untuk mencegah pemanfaatan kawasan permukiman yang tidak sebagaimana mestinya oleh setiap orang.   Huruf c Pengenaan sanksi dimaksudkan untuk mencegah dan melakukan tindakan sebagai akibat dari pemanfaatan kawasan permukiman yang tidak sebagaimana mestinya oleh setiap orang. Ayat (2) Cukup jelas.   Ayat (3) Cukup jelas.   Ayat (4) Cukup jelas.   Ayat (5) Cukup jelas.   Pasal 86 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “pemeliharaan dan perbaikan” adalah upaya menjaga kondisi prasarana, sarana, dan utilitas umum secara terpadu dan terintegrasi melalui perawatan rutin dan pemeriksaan  secara berkala agar dapat berfungsi secara memadai.   Ayat (2) Cukup jelas.   Ayat (3) Cukup jelas.   Pasal 87 Cukup jelas.     Pasal 88 ...     - 32 - Pasal 88 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “perawatan” adalah proses menjaga/mempertahankan fungsi rumah serta prasarana, sarana, dan utilitas umum termasuk memperbaiki jika terjadi kerusakan, yang dilakukan secara rutin.   Yang dimaksud dengan “pemeriksaan secara berkala” adalah proses memeriksa kondisi fisik rumah serta prasarana, sarana, dan utilitas umum dalam jangka tertentu sesuai dengan umur konstruksi, untuk mengetahui masih dapat berfungsinya rumah serta prasarana, sarana, dan utilitas umum tersebut.   Ayat (2) Cukup jelas.   Pasal 89 Cukup jelas.   Pasal 90 Cukup jelas.   Pasal 91 Yang dimaksud dengan “rehabilitasi atau pemugaran” adalah kegiatan perbaikan rumah serta prasarana, sarana, dan utilitas  umum  jika terjadi kerusakan untuk mengembalikan fungsi sebagaimana semula.   Pasal 92 Cukup jelas.   Pasal 93 Cukup jelas.   Pasal 94 Ayat (1) Cukup jelas.       Ayat (2) ...     - 33 - Ayat (2) Prinsip kepastian bermukim dilaksanakan dengan cara menghindari penggusuran paksa yang tidak manusiawi, serta mengutamakan cara memandang tempat tinggal sebagai  hak dasar.   Ayat (3) Cukup jelas.   Pasal 95 Ayat (1) Cukup jelas.   Ayat (2) Cukup jelas.   Ayat (3) Cukup jelas.   Ayat (4) Yang dimaksud dengan “pendampingan” adalah kegiatan pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk pembimbingan, penyuluhan, dan bantuan teknis untuk mewujudkan kesadaran masyarakat dalam mencegah tumbuh berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh. Yang dimaksud dengan “pelayanan informasi” adalah kegiatan pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk pemberitaan  hal- hal terkait upaya pencegahan perumahan kumuh dan permukiman kumuh, meliputi rencana tata ruang, perizinan, standar perumahan dan permukiman.   Ayat (5) Cukup jelas.   Ayat (6) Cukup jelas.   Pasal 96 Cukup jelas.   Pasal 97 …     - 34 - Pasal 97 Cukup jelas.   Pasal 98 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas.   Huruf b Cukup jelas.   Huruf c Cukup jelas.   Huruf d Yang dimaksud dengan “tingkat keteraturan dan kepadatan bangunan” adalah kesesuaian koefisien dasar bangunan dan koefisien lantai bangunan dengan persyaratan  yang  ditetapkan  oleh setiap daerah.   Huruf e Cukup jelas.   Huruf f Cukup jelas.   Ayat (2) Cukup jelas.   Ayat (3) Cukup jelas.   Pasal 99 Cukup jelas.   Pasal 100 Ayat (1) Lihat penjelasan Pasal 62 ayat (2) huruf c.     Ayat (2) ...     - 35 -   Ayat (2) Yang dimaksud dengan “tempat tinggal” adalah tempat tinggal sementara yang disediakan bagi penghuni perumahan kumuh atau permukiman kumuh selama proses peremajaan.   Ayat (3) Cukup jelas.   Ayat (4) Yang dimaksud dengan “melibatkan peran masyarakat” adalah upaya mengikutsertakan masyarakat dalam proses peremajaan.   Pasal 101 Cukup jelas.   Pasal 102 Cukup jelas.   Pasal 103 Ayat (1) Cukup jelas.   Ayat (2) Cukup jelas.   Ayat (3) Yang dimaksud dengan “difasilitasi oleh pemerintah daerah” adalah upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan keswadayaan masyarakat dalam pengelolaan perumahan, antara lain dalam bentuk pemberian pedoman, pelatihan/penyuluhan, serta pemberian kemudahan dan/atau bantuan.   Pasal 104 Cukup jelas.   Pasal 105 Cukup jelas.   Pasal 106 ...     - 36 - Pasal 106 Huruf a Cukup jelas.   Huruf b Cukup jelas.   Huruf c Yang dimaksud dengan “peralihan hak atas tanah”  adalah  proses jual beli hak atas tanah kepada pembeli yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah tersebut. Yang dimaksud dengan “pelepasan hak  atas  tanah”  adalah pelepasan yang dilakukan oleh pemegang hak atas tanah menjadi tanah yang langsung dikuasai oleh negara karena pembeli tidak memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah tersebut.   Huruf d Cukup jelas.   Huruf e Cukup jelas.   Huruf f Cukup jelas.   Pasal 107 Cukup jelas.   Pasal 108 Cukup jelas.   Pasal 109 Cukup jelas.   Pasal 110 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas.   Huruf c …     - 37 -   Huruf c Yang dimaksud dengan “desain konsolidasi” adalah rancangan tentang penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah.   Huruf d Cukup jelas.   Pasal 111 Ayat (1) Tidak dikenakan bea perolehan hak atas tanah  dan  bangunan  karena pemilik tanah telah menyumbangkan sebagian hak atas tanahnya untuk Sumbangan Tanah Untuk Pembangunan  (STUP) dan Tanah Pengganti Biaya Pembangunan (TPBP).   Ayat (2) Cukup jelas.   Pasal 112 Ayat (1) Kerja sama dengan badan hukum dimaksudkan untuk memberikan peluang bagi penggarap tanah negara atau pemegang  hak  atas  tanah dapat bersama-sama meningkatkan daya  guna  dan  hasil  guna tanah.   Ayat (2) Yang dimaksud dengan “prinsip kesetaraan” adalah persamaan kedudukan antara penggarap tanah negara dan/atau pemegang hak atas tanah dan badan hukum yang  bekerja  sama  dalam  pelaksanaan konsolidasi tanah dengan prinsip saling memerlukan, memercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang dilakukan,  baik secara langsung maupun tidak langsung. Yang dimaksud dengan “pejabat yang berwenang” adalah notaris.   Pasal 113 Cukup jelas.     Pasal 114 …     - 38 - Pasal 114 Ayat (1) Cukup jelas.   Ayat (2) Cukup jelas.   Ayat (3) Yang dimaksud dengan “pejabat yang berwenang” adalah notaris.     Ayat (4) Cukup jelas.   Pasal 115 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “pemanfaatan” adalah upaya memfungsikan tanah barang milik negara atau tanah barang milik daerah untuk kepentingan pembangunan rumah umum dan/atau rumah khusus.   Ayat (2) Cukup jelas.   Pasal 116 Cukup jelas.   Pasal 117 Cukup jelas.   Pasal 118 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “sistem pembiayaan” adalah sistem yang mengatur pengerahan, pemupukan, penyaluran, dan pemanfaatan dana dari pihak yang kelebihan dana kepada pihak yang kekurangan dana yang dilaksanakan oleh lembaga keuangan dengan atau tanpa kemudahan dan/atau bantuan.   Ayat (2) Cukup jelas.   Pasal 119 ...     - 39 - Pasal 119 Huruf a Cukup jelas.   Huruf b Cukup jelas.   Huruf c Yang dimaksud dengan “sumber dana lainnya” adalah dana yang dihasilkan dari perjanjian atau kesepakatan bersama yang dapat berupa hibah atau bantuan, pinjaman, baik dari sumber dana dalam negeri maupun luar negeri.   Pasal 120 Cukup jelas.   Pasal 121 Ayat (1) Cukup jelas.   Ayat (2) Cukup jelas.   Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan “pembiayaan primer perumahan” adalah pembiayaan di sisi pasokan pada saat kredit atau pembiayaan pembangunan rumah, perumahan, permukiman dan lingkungan hunian diterbitkan; dan di sisi permintaan kredit atau pembiayaan perolehan rumah diterbitkan yang dilaksanakan oleh  bank dan/atau lembaga keuangan bukan bank.   Huruf b Yang dimaksud dengan “pembiayaan sekunder perumahan” adalah penyelenggaraan kegiatan penyaluran dana jangka menengah dan/atau panjang kepada lembaga keuangan penerbit kredit  dengan melakukan sekuritisasi.  Sekuritisasi  yaitu  transformasi aset yang tidak likuid menjadi likuid dengan cara pembelian aset   keuangan ...     - 40 - keuangan dari lembaga keuangan penerbit kredit dan penerbitan efek beragun aset.   Pasal 122 Cukup jelas.   Pasal 123 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan “dana masyarakat” adalah dana yang berasal dari masyarakat yang disimpan di lembaga keuangan dalam bentuk giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan  dengan itu.   Huruf b Yang dimaksud dengan “dana tabungan perumahan” adalah simpanan yang dilakukan secara periodik dalam jangka waktu tertentu, yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati sesuai dengan perjanjian, dan digunakan untuk mendapatkan akses kredit atau pembiayaan untuk pembangunan dan perbaikan rumah, serta pemilikan rumah dari lembaga keuangan. Apabila tabungan perumahan telah melembaga, dana APBN untuk pembiayaan murah jangka panjang dapat dihentikan. Yang dimaksud dengan “hasil investasi” adalah hasil investasi atas kelebihan likuiditas pada instrumen investasi yang aman, berupa deposito dan surat utang negara.   Huruf c Yang dimaksud dengan “dana lainnya” adalah dana yang sah sesuai peraturan perundangan yang berasal dari selain butir  a dan butir b, yang antara lain dapat berupa dana investor institusional (seperti perusahaan asuransi dan perusahaan pengelola dana pensiun) di pasar modal; dan dana APBN pos pembiayaan khusus untuk perumahan.   Ayat (2) Cukup jelas.   Ayat (3) ...     - 41 - Ayat (3) Yang dimaksud dengan “lembaga keuangan bukan bank” adalah lembaga keuangan yang mengelola tabungan perumahan seperti Bapertarum-PNS (Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan-PNS) dan tabungan perumahan untuk TNI/Polri.   Ayat (4) Cukup jelas.   Pasal 124 Cukup jelas.   Pasal 125 Cukup jelas.   Pasal 126 Ayat (1) Cukup jelas.   Ayat (2) Yang dimaksud dengan “pemanfaat atau pengguna” adalah MBR yang memperoleh kemudahan dan bantuan berupa pembiayaan perumahan.   Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan “kemudahan atau  bantuan  berupa  skema pembiayaan” adalah kemudahan atau bantuan dalam mendapatkan akses kredit/pembiayaan, keterjangkauan pengembalian kredit/pembiayaan yang dikaitkan dengan skema pembiayaan melalui keringanan dalam uang muka dan/atau; suku bunga; dan/atau jangka waktu pengembalian.   Huruf b Yang dimaksud dengan “kemudahan atau bantuan berupa penjaminan atau asuransi” adalah kemudahan atau bantuan dalam mendapatkan akses kredit/pembiayaan yang dikaitkan dengan pengurangan potensi resiko kredit yang dihadapi     lembaga ...     - 42 - lembaga keuangan dalam menerbitkan kredit/pembiayaan pemilikan rumah dan perbaikan rumah.   Huruf c Yang dimaksud dengan “kemudahan atau bantuan berupa dana murah jangka panjang” adalah ketersediaan dana dengan suku bunga terjangkau yang sekaligus mampu menanggulangi ketidaksesuaian antara jangka waktu sumber biaya berupa tabungan, giro, deposito dengan jangka waktu pengembalian  atau tenor kredit pemilikan rumah.   Ayat (4) Cukup jelas.   Pasal 127 Ayat (1) Cukup jelas.   Ayat (2) Yang termasuk lembaga keuangan sebagai penyalur kredit atau pembiayaan antara lain berupa bank dan Perusahaan Pembiayaan.   Pasal 128 Ayat (1) Cukup jelas.   Ayat (2) Cukup jelas.   Ayat (3) Yang dimaksud dengan “sekuritisasi” adalah transformasi aset yang tidak liquid menjadi liquid dengan cara pembelian aset keuangan dari kreditor asal dan penerbit efek beragun aset.   Ayat (4) Cukup jelas.     Pasal 129 ...     - 43 - Pasal 129 Huruf a Cukup jelas.   Huruf b Cukup jelas.   Huruf c Yang dimaksud dengan “informasi” adalah pengetahuan tentang penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang antara lain meliputi peraturan, kebijakan, program, kegiatan, informasi kebutuhan dan penyediaan rumah, serta sumber daya yang dapat diakses.   Huruf d Yang dimaksud dengan “manfaat” adalah keuntungan  sebagai  dampak dari penyelenggaraan perumahan  dan  kawasan  permukiman, antara lain melalui kesempatan berusaha, peran masyarakat, dan pemanfaatan hasil pembangunan.   Huruf e Yang dimaksud dengan “penggantian yang layak atas  kerugian” adalah kompensasi yang diberikan kepada setiap orang yang terkena dampak kerugian akibat penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman. Penggantian tersebut mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan.   Huruf f Cukup jelas.   Pasal 130 Cukup jelas.   Pasal 131 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “peran masyarakat dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman” adalah pelibatan  setiap  pelaku pembangunan dalam upaya pemenuhan kebutuhan  perumahan bagi seluruh masyarakat.   Ayat (2) ...     - 44 - Ayat (2) Cukup jelas.   Ayat (3) Dalam rangka mendorong peran masyarakat, forum pengembangan masyarakat dapat melakukan satu atau lebih fungsi dan tugas sesuai dengan kewenanganannya.   Pasal 132 Cukup jelas.   Pasal 133 Cukup jelas.   Pasal 134 Lihat penjelasan Pasal 42 ayat (2) huruf b.   Pasal 135 Cukup jelas.   Pasal 136 Cukup jelas.   Pasal 137 Cukup jelas.   Pasal 138 Cukup jelas.   Pasal 139 Cukup jelas.   Pasal 140 Yang dimaksud dengan “tempat yang berpotensi dapat menimbulkan bahaya” antara lain, sempadan rel kereta api, bawah jembatan, daerah Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET),  Daerah  Sempadan Sungai (DSS), daerah rawan bencana, dan daerah kawasan khusus seperti kawasan militer.   Pasal 141 …     - 45 - Pasal 141 Cukup jelas.   Pasal 142 Cukup jelas.   Pasal 143 Cukup jelas.   Pasal 144 Cukup jelas.   Pasal 145 Cukup jelas.   Pasal 146 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “menjual kaveling tanah matang tanpa  rumah” adalah suatu kegiatan badan hukum yang dengan sengaja hanya memasarkan kaveling tanah matang kepada konsumen tanpa membangun rumah terlebih dahulu. Penjualan kaveling  tanah  matang kepada konsumen hanya dapat dilakukan apabila badan hukum tersebut telah membangun perumahan sekurang-kurangnya 25% (dua puluh lima persen) dari rencana pembangunan perumahan di Lisiba dan dalam keadaan terjadi krisis moneter nasional yang berakibat pada kesulitan likuiditas pada badan hukum tersebut.   Ayat (2) Cukup jelas.   Pasal 147 Cukup jelas.   Pasal 148 Cukup jelas.   Pasal 149 Cukup jelas.   Pasal 150 …     - 46 - Pasal 150 Cukup jelas.   Pasal 151 Cukup jelas.   Pasal 152 Cukup jelas.   Pasal 153 Cukup jelas.   Pasal 154 Cukup jelas.   Pasal 155 Cukup jelas.   Pasal 156 Cukup jelas.   Pasal 157 Cukup jelas.   Pasal 158 Cukup jelas.   Pasal 159 Cukup jelas.   Pasal 160 Cukup jelas.   Pasal 161 Cukup jelas.   Pasal 162 Cukup jelas.     Pasal 163 …     - 47 - Pasal 163 Cukup jelas.   Pasal 164 Cukup jelas.   Pasal 165 Cukup jelas.   Pasal 166 Cukup jelas.   Pasal 167 Cukup jelas.     TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5188