Admin

Saat ini lagi marak berita penipuan syariah baik itu berupa kavling, rumah atau yang lainnya. Yang sedang hangat beritanya saat ini adalah penipuan Kampoeng Kurma di Cirebon, Jonggol Cipanas dll

Sebenarnya sudah sangat lama Broperty memperingatkan akan bahayanya praktek penjualan property syariah ini. Karena prakteknya sama dengan penjualan property inHouse dimana tidak ada pertanggung jawaban terhadap uang yg diterima Developer. Seringnya uang tsb akan diputar di beberapa lokasi proyek lainnya

Broperty sendiri sdh memberikan solusi akan permasalahan ini. Yaitu uang yang masuk, tidak boleh diterima secara utuh oleh Developer, Tapi bisa dibuat skema Rekening Bersama dimana pencairan membutuhkan kesepakatan kedua belah pihak .......baik itu Pembeli & Penjual

 

1. DALIL MENJUAL BARANG BUKAN MILIKNYA

Utk kali ini Broperty akan mencoba mengulas Property Syariah ini dari sudut pandang agama. Dalam Jual Beli Property Syariah ini permasalahan utamanya adalah Developer menjual barang yang belum menjadi miliknya. Dalam contoh umum, dimana tanah yag dijual tsb belum menjadi milik seutuhnya dari Developer (baru dibayar DP atau uang muka saja) tapi sudah mulai dijual. 

 

Ada dalil yg membolehkan atau menjual barang yg bukan miliknya ini. 

Dimana salah satu syarat jual beli yang ketiga dalam Hukum Islam adalah : orang yang mengadakan transaksi adalah orang yang memiliki barang/uang atau orang yang menggantikan peran memilik barang/uang.

Dalil dari persyaratan ini adalah firman Allah,

إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ

Kecuali jual beli yang dilakukan dengan saling rela.” (QS. An-Nisa’:29)

 

Kita semua tahu bahwa tidak ada orang yang rela jika hartanya diperjualbelikan oleh orang lain.

عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ يَأْتِينِى الرَّجُلُ فَيُرِيدُ مِنِّى الْبَيْعَ لَيْسَ عِنْدِى أَفَأَبْتَاعُهُ لَهُ مِنَ السُّوقِ فَقَالَ : لاَ تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ

Dari Hakim bin Hizam, “Beliau berkata kepada Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah, ada orang yang mendatangiku. Orang tersebut ingin mengadakan transaksi jual beli, denganku, barang yang belum aku miliki. Bolehkah aku membelikan barang tertentu yang dia inginkan di pasar setelah bertransaksi dengan orang tersebut?’ Kemudian, Nabi bersabda, ‘Janganlah kau menjual barang yang belum kau miliki.‘” (HR. Abu Daud, no. 3505; dinilai sahih oleh Al-Albani)

 

Jika ada orang yang meminta kita untuk membeli barang tertentu yang ada di toko A secara kulak, lalu menjual barang tersebut kepadanya, setelah itu kita mengadakan transaksi jual beli dengannya padahal barang tertentu tersebut masih milik toko A, maka inilah yang disebut dengan menjual barang yang belum dimiliki, sebagaimana dalam hadis di atas.

Akan tetapi, jika ada orang yang menemui kita supaya kita mencarikan barang dengan kualifikasi tertentu, yang bisa jadi kita dapatkan di toko A, B, atau lainnya, dan dia membebaskan kita untuk membeli secara kulak di tempat mana pun, yang penting kita bisa menghadirkan barang dengan kualifikasi yang dia tetapkan pada waktu yang telah disepakati dan harga yang telah ditentukan, maka transaksi semisal ini diperbolehkan, dengan syarat pokok uang sejumlah harga yang telah ditentukan seluruhnya telah diserahkan di muka. Kasus kedua inilah yang disebut dengan “jual beli salam”.

Dalam kasus pertama, barang yang diinginkan pemesan adalah barang tertentu–bukan barang dengan kualifikasi tertentu–. Misalnya: Sebuah sepeda motor merek Mio yang ada dan dijual di show room milik Pak Budi, bukan yang dijual di show room milik Pak Amir. Dengan kata lain, bukan sembarang sepeda motor Mio dengan kualifikasi tertentu. Barang yang dipesan dalam kasus pertama ini, dalam bahasa fikih, disebut “barang mu’ayyan“.

Sedangkan dalam kasus kedua, barang yang diinginkan oleh pemesan adalah barang dengan kualifikasi tertentu, yang bisa didapatkan di mana pun. Misalnya: Sepeda motor Mio baru berwarna hitam, baik yang di jual di show room milik Pak Budi, Pak Amir, atau lainnya; tidak masalah. Barang yang dipesan dalam kasus kedua ini, dalam bahasa para ulama fikih, disebut “maushuf fi dzimmah“.

Dengan bahasa lain, “transaksi salam” adalah ‘pengecualian yang dibolehkan dari larangan menjual barang yang belum dimiliki’.

Mungkin bagi masyarakat umum penjelasan diatas akan sedikit membingungkan. Namun bagi Broperty, yang perlu dikritisi adalah pengguanaan uang yg masuk tsb oleh Developer. Seperti diketahui, penjualan poperty syariah ini sama seperti penjualan Property inHouse. Dimana konsumen melakukan pembayaran ke Developer selama beberapa waktu sesuai perjanjian yg telah disepakati.

 

2. DALIL MEMINJAM ATAU MENGGUNAKAN BARANG TANPA IJIN

Disini Broperty mengkritisi penggunaan uang yang masuk tsb oleh Developer bersangkutan, Dimana praktek umumnya, uang yang masuk akan diputar utk membuka proyek baru dilokasi lainnya. Hal ini disebabkan karena umumnya Developer Syariah tsb minim modal atau modal cekak. Dalam hal ini Developer menggunakan uang tsb tanpa seizin Pembeli. Dan hal ini jelas jelas diharamkan oleh Islam

Dalam Al Quran juga dijelaskan bahwasanya jangan sampai seseorang memakai atau menggunakan barang orang lain tanpa izin, karena tersebut termasuk menyalahi hak kepemilikan orang lain, sehingga sebisa munkin haruslah mendapatkan izin terlebih dahulu. Seperti yang dijelaskan dalam firman Allah Subhanahu wata’ala:

 

النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ

Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al- Baqarah: 188)

 

Dalam suatu hadits disebutkan bahwa meminjam barang milik orang lain tanpa sepengetahuan pemiliknya atau disebut ghosob merupakan perbuatan yang tidak halal. Seperti yang dijelaskan dalam suatu hadits:

di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ إِلاَّ بِطِيبِ نَفْسٍ مِنْهُ
“Tidak halal harta seseorang kecuali dengan ridha pemiliknya.” (HR. Ahmad 5: 72. Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata bahwa hadits tersebut shahih lighoirihi)

 


{أَمَّا السَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَاكِينَ يَعْمَلُونَ فِي الْبَحْرِ فَأَرَدْتُ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَاءَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا

 “Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.” (QS. Al Kahfi: 79)

 

Dalam hukum lain juga disebutkan, yaitu berdasarkan hadits Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

مَنْ أَخَذَ شِبْرًا مِنَ الأَرْضِ ظُلْمًا، فَإِنَّهُ يُطَوَّقُهُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ

“Siapa yang mengambil sejengkal saja dari tanah secara aniaya maka dia akan dikalungkan dengan tanah sebanyak tujuh bumi pada hari qiyamat.” (Shohih Bukhori, No. 3026 dan Shohih Muslim, No. 1610)

 

Di dalam hadits lainnya juga dinyatakan bahwasanya tidak halal bagi seseorang yang meminjam harta orang lain tanpa orang yang memiliki memberi izin, seperti hadits Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

لَا يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِطِيبِ نَفْسِهِ

“Tidak halal harta seseorang kecuali dengan kerelaan hatinya.” (Sunan Daruquthni, No. 2885)


Barokah dari suatu barang yang dipinjam sesuai dengan kadar kerelaan hati pemiliknya, ketika sang pemilik tidak rela maka rentan terjadi permasalahan dalam hal tersebut. Diantaranya seseorang yang meminjam barang orang lain tanpa seizin pemilik dan pemilik barang tersebut tidak ikhlas, maka dapat menyebabkan permusuhan, sehingga rentan merengganggkan ukhuwah dengan sesama. Selain itu tanpa keihklasan dan cara yang kurang benar tentu saja kebarokahan barang tersebut saat digunakan akan berkurang, bahkan sesuai hadits diatas bahwa perihal tersebut termasuk tidak halal.

 

 

Jadi terkait praktek penjualan property syariah saat ini, Broperty memilih utk mengkritisi penggunaan uang yang dibayarkan tsb kepada Developer. Dimana menggunakan uang yang masuk tsb tanpa seijin Pembeli hukumnya "HARAM"

Trims ...................

Respon Anda
Respon Anda