Likes
PT. Green Construction City
posted a blog.
8 Juni 2022 - Sidang Perkara Pidana Nomor : 926/Pid.B/2021/PN.Jkt.Tim atas nama Terdakwa Jahja Komar Hidajat kembali digelar hari Selasa tanggal 7 Juni 2022 dengan Agenda mendengarkan Nota Pembelaan (Pledoi) dari pihak Terdakwa Jahja Komar Hidajat.
Pada awal persidangan, Ketua Majelis Hakim memberikan kesempatan terlebih dahulu kepada Terdakwa Jahja Komar Hidajat untuk menyampaikan pembelaannya;
Dalam pembelaannya yang berjudul “Maling teriak Maling dalam Sengketa PT. TJITAJAM, ketika pemilik diperkarakan, sedangkan maling, pembegal, pembajak, pemalsu dilindungi/ kebal hukum, pertama-tama Terdakwa Jahja Komar Hidajat menyampaikan terkait sejarah kepemilikan saham dan aset berupa bidang-bidang tanah PT. TJITAJAM, yang dibelinya pada tahun 1995-1996 dari PT. Property Java melalui PT. Suryamega Cakrawala seharga Rp 14.972.000.000,- (empat belas milyar Sembilan ratus tujuh puluh dua juta rupiah) berdasarkan Akta Jual Beli Saham Nomor : 102 tertanggal 26 Maret 1996 yang dibuat di hadapan Notaris Sutjipto, S.H.
Terdakwa Jahja Komar Hidajat juga menyampaikan perubahan-perubahan PT. TJITAJAM setelah dibelinya melalui PT. Suryamega Cakrawala diantaranya RUPSLB tanggal 3 Maret 1998 yang mengangkat dirinya sebagai Direktur Utama PT. TJITAJAM yang kemudian dibuatkan Akta nomor : 12 tanggal 6 Maret 1998 di hadapan Notaris Elza Gazali, S.H.
Selanjutnya, Terdakwa Jahja Komar Hidajat menyampaikan terkait adanya tindakan pencurian dengan penebangan pohon-pohon karet yang dilakukan oleh pihak Ponten Cahaya Surbakti, Ny. Hj. Radiah Rambe binti Chali Pasobar dkk dengan dasar Akta palsu yaitu Akta Pernyataan Keputusan Rapat Nomor : 156 tertanggal 12 Desember 1990 yang dibuat di hadapan Notaris John Leonard Waworuntu, S.H.
Terhadap tindakan Ponten Cahaya Surbakti, Ny. Hj. Radiah Rambe binti Chali Pasobar dkk tersebut, Terdakwa Jahja Komar Hidajat dalam jabatannya selaku Direktur Utama PT. TJITAJAM saat itu telah memberikan Kuasa Khusus kepada Daulat Saragih (Alm) untuk mengajukan Gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang kemudian terdaftar dengan Register Perkara No. 108/pdt/g/1999/PN.Jkt.Tim, yang kemudian perkara tersebut memenangkan Terdakwa Jahja Komar Hidajat.
Kemudian, pada tahun 2008 diketahui oleh Jahja Komar Hidajat bahwa Ponten Cahaya Surbakti bersama-sama dengan Tamami Imam Santoso, Kivlan Zen, Ronny Wongkar, Tavip Purnomo Hadi, Zaldy Sofyan, Dkk kembali mengaku-ngaku sebagai organ pengurus dan pemegang saham PT. TJITAJAM dengan menggunakan akta yang sudah dibatalkan oleh Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur No. 108/Pdt/G/1999/PN.Jkt.Tim yang telah berkekuatan Hukum tetap (inkracht).
“Bahwa sesuai fakta persidangan, sungguh aneh tapi nyata perubahan susunan Organ Pengurus dan Pemegang Saham Perseroan di dalam Sistem Online pada Dirjen AHU Kementrian Hukum dan HAM berdasarkan Akta Nurul Huda tersebut di atas dapat terjadi tanpa adanya Jual Beli Saham dari PT. Suryamega Cakrawala (2.250 (90%) lembar Saham) maupun dari saya (250 (10%) lembar Saham), melainkan dengan cara Bagi-bagi Saham oleh Ponten Cahaya Surbakti kepada Tamami Imam Santoso, Kivlan Zen, Ronny Wongkar, Zaldy Sofyan, Tavip Purnomo Hadi, Dkk. Fakta tersebut terbukti selama proses persidangan perkara ini, dimana Saksi Pelapor Tamami Imam Santoso, Saksi Drs. Cipto Sulistio tidak dapat menunjukkan asli-asli Akta, lembar saham tahun 1934 PT. TJITAJAM” berikut kutipan Pembelaan Terdakwa Jahja Komar Hidajat.
Terhadap tindakan pihak-pihak tersebut, Terdakwa Jahja Komar Hidajat telah melakukan berbagai upaya Hukum dengan cara mengajukan Gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Negeri. Dan sampai saat ini tercatat sudah ada 9 (Sembilan) Putusan yang telah Berkekuatan Hukum Tetap (inkracht) dan telah dilakukan Eksekusi yang memenangkan PT. TJITAJAM versi Terdakwa Jahja Komar Hidajat.
Dalam kesempatan ini, Terdakwa Jahja Komar Hidajat juga menyampaikan adanya tindakan-tindakan kriminalisasi yang dilakukan oleh oknum pada Institusi-institusi penegak Hukum dan Dirjen AHU kementrian Hukum dan HAM terhadap dirinya.
“Bahwa dengan dasar Akta palsu dan pengesahan Dirjen AHU, kemudian pihak PT. TJITAJAM versi Tamami Imam Santoso, Drs. Cipto Sulistio, Ade Prasetyo (Jona), dkk melaporkan saya kepada pihak kepolisian dengan dugaan Tindak Pidana yang tidak pernah terjadi atau tidak pernah saya lakukan. Namun dengan penuh rekayasa Hukum saya dan grup saya (PT. Suryamega Cakrawala) seakan-akan bukan pihak yang berhak atas saham PT. TJITAJAM, dimana saya kemudian dijadikan Tersangka dan saat ini duduk sebagai Terdakwa. Kejadian ini membuat saya sebagai warga Negara yang taat dan patuh terhadap Hukum merasa prihatin terhadap proses penegakan Hukum di Negara ini, dimana saya merasa dikriminalisasikan oleh Oknum-oknum penegak Hukum dengan maksud dan tujuan agar saya dan grup saya mau menyerahkan seluruh saham dan aset-aset PT. TJITAJAM berupa bidang-bidang tanah berupa 7 (tujuh) bidang SHGB secara Cuma-Cuma (gratis) kepada pihak Pelapor” berikut kutipan pembelaan yang disampaikan oleh Terdakwa Jahja Komar Hidajat.
Di hadapan Majelis Hakim, Terdakwa Jahja Komar Hidajat menyampaikan kejadian-kejadian yang menurutnya merupakan tindakan kriminalisasi oleh Oknum-oknum penegak Hukum maupun Dirjen AHU Kementrian Hukum dan HAM mulai dari penjemputan paksa yang dilakukan oleh Penyidik Jatanras Unit 3 Polda Metro Jaya 1 hari sebelum pelaksanaan Eksekusi Pengadilan Negeri Cibinong, penempatan dirinya ke dalam tahanan yang berukuran 2 X 3 meter dan banyak sekali tikus karena menolak tawaran perdamaian dengan pihak pelapor, sampai adanya Oknum yang mengaku sebagai Direktur Dirjen AHU Kementrian Hukum dan HAM yang menyatakan masalah PT. TJITAJAM tidak akan selesai jika Terdakwa Jahja Komar Hidajat tidak mau berdamai dengan cara membagi 2 aset tanah PT. TJITAJAM dengan Pelapor Tamami Imam Santoso dan Drs. Cipto Sulistio sekalipun Terdakwa Jahja Komar Hidajat sudah dimenangkan berbagai Putusan Pengadilan.
sebagai penutup pembelaannya, Terdakwa Jahja Komar Hidajat menyampaikan kekecewaan dirinya dan menyayangkan tindakan Jaksa Penuntut Umum yang mengabaikan 9 (Sembilan) Putusan yang telah berkekuatan Hukum Tetap dan sudah dieksekusi, yang menurut Terdakwa merupakan suatu bentuk penghinaan terhadap Pengadilan karena terkesan mendukung, membenarkan, melindungi praktik-praktik Mafia Tanah, dan tindakan Jaksa Penuntut Umum menurut Terdakwa bertentangan dengan program atau semangat Pemerintah dalam upaya memberantas praktik mafia tanah dan menegakan Hukum yang berkeadilan secara Prediktif, Responsibiltas, Transparansi, dan Berkeadilan “PRESISI”. Selain itu Terdakwa Jahja Komar Hidajat juga memohon kepada Majelis Hakim agar dapat memutus Perkara ini dengan seadil-adilnya.
“besar harapan saya kepada Yang Mulia Majelis Hakim agar dapat mengadili dan memutus perkara ini dengan seadil-adilnya, karena hanya kepada Yang Mulia Majelis Hakim saja saya dapat berharap adanya keadilan dan kepastian Hukum di negeri ini” ucap Terdakwa Jahja Komar Hidajat.
Selesai Terdakwa Jahja Komar Hidajat menyampaikan Nota Pembelaan (Pledoi) Ketua Majelis Hakim selanjutnya memberikan kesempatan kepada tim Penasehat Hukum Terdakwa untuk menyampaikan Nota Pembelaan (Pledoi).
Dalam Pledoinya, Tim Penasehat Hukum menyampaikan beberapa hal terkait fakta-fakta selama proses persidangan dan juga analis yuridis terhadap dakwaan maupun tuntutan Jaksa Penuntut Umum.
Pertama, tim Penasehat Hukum menyampaikan fakta tentang kedudukan Terdakwa Jahja Komar Hidajat sebagai Komisaris sekaligus Pemegang 250 (10%) lembar saham dan PT Suryamega Cakrawala 2.250 (90%) lembar saham PT. TJITAJAM telah diteguhkan oleh 9 (sembilan) putusan baik pengadilan negeri maupun pengadilan tata usaha negara yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dan telah dilakukan eksekusi.
Kedua, Tim Penasehat Hukum menyampaikan fakta terkait proses penangkatan Terdakwa Jahja Komar Hidajat sebagai Direktur Utama, menurut Penasehat Hukum penangkatan tersebut sudah sah menurut Hukum karena RUPSLB PT. TJITAJAM tanggal 3 Maret 1998 dihadiri oleh 100% Pemegang Saham PT. TJITAJAM yaitu PT. Suryamega Cakrawala (2.250 lembar saham) dan Laurensius Hendra Soedjito (250 lembar saham), dan para pemegang saham menyetujui untuk mengangkat Terdakwa Jahja Komar Hidajat sebagai Direktur Utama.
Kemudian terkait Akta No. 12 tanggal 6 Maret 1998 yang dibuat di hadapan Notaris Elza Gazali, S.H., yang tidak mendapatkan pengesahan Kementrian Kehakiman, menurut Penasehat Hukum oleh karena akta tersebut tahun 1998, maka tunduk pada UUPT No. 1 tahun 1995, dan di dalam UUPT terkait perubahan pengurus perseroan tidak wajib mendapatkan pengesahan melainkan cukup dilaporkan, sesuai ketentuan Pasal 15 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UUPT No. 1 tahun 1995, hal tersebut menurut Penasehat Hukum telah sesuai dengan keterangan Saksi Pranudio dari Dirjen AHU Kementrian Hukum dan HAM, Ahli Perseroan Dewi Iryani, Ahli Notaris Irene Eka Sihombing di dalam Persidangan.
Ketiga, terkait Surat Kuasa Khusus nomor : 009/SK/TJ/V/1999 tanggal 10 Mei 1999 yang diberikan oleh Terdakwa Jahja Komar Hidajat selaku Direktur Utama PT. TJITAJAM kepada Daulat Saragih (Alm). Menurut Penasehat Hukum, Surat Kuasa Khusus dimaksud dibuat untuk mengajukan Gugatan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Timur dalam rangka mempertahankan/ melindungi hak Keperdataan Terdakwa Jahja Komar Hidajat yaitu saham dan aset berupa tanah milik PT. TJITAJAM dari tindakan pembajakan/ pembegalan PT. TJITAJAM serta pencurian pohon-pohon karet yang dilakukan oleh Ponten Cahaya Surbakti, Ny. Hj. Radiah Rambe Binti Chali Pasobar, Dkk. Dan hak untuk mengajukan Gugatan adalah hak setiap warga Negara yang merasa haknya dirampas atau dilanggar, sehingga hal tersebut sah-sah saja menurut Penasehat Hukum.
Selain itu, Penasehat Hukum juga menyampaikan bahwa selama proses persidangan tidak ada satu Putusan Pengadilan pun yang membatalkan atau menyatakan tidak sah Akta No. 12 tanggal 6 Maret 1998 yang dibuat di hadapan Notaris Elza Gazali, S.H., yang merupakan dasar/ acuan dari Surat Kuasa tersebut. Dan sesuai Undang-undang Perseroan Terbatas, pihak yang berhak untuk mengajukan keberatan terhadap hasil RUPS/ RUPSLB adalah Pemegang Saham. Faktanya baik PT. Suryamega Cakrawala maupun Laurensius Hendra Soedjito tidak pernah keberatan terhadap hasil RUPSLB PT. TJITAJAM tanggal 3 Maret 1998. Berdasarkan fakta-fakta tersebut Penasehat Hukum menyatakan tidak ada Surat Palsu dalam Perkara ini.
Keempat, Penasehat Hukum dalam pembelaannya juga menyampaikan fakta-fakta persidangan terkait pembajakan, pembegalan PT. TJITAJAM oleh Ponten Cahaya Surbakti, Ny. Hj. Radiah Rambe binti Chali Pasobar, Tamami Imam Santoso, Drs. Cipto Sulistio, Ade Prasetyo (Jona), Kivlan Zen, Ronny Wongkar, Zaldy Sofyan, Dkk. Berawal dari Ponten Cahaya Surbakti yang menggunakan Akta palsu untuk melakukan pencurian pohon karet, yang kemudian berlanjut kepada pihak pelapor, Dkk yang mengaku mendapatkan saham PT. TJITAJAM dengan cara “Bagi-bagi Saham”
Dalam perjalannya, Akta-akta berikut Pengesahan Dirjen AHU milik PT. TJITAJAM versi Tamami Imam Santoso, Drs. Cipto Sulistio, Ade Prasetyo (Jona), Dkk terbukti sudah dinyatakan batal demi Hukum, tidak sah, atau tidak pernah ada oleh Putusan-putusan baik Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Tata Usaha Negara yang telah berkekuatan Hukum tetap dan telah dilakukan Eksekusi.
Penasehat Hukum juga menyampaikan bahwa selama proses persidangan, terbukti Ponten Cahaya Surbakti pernah menjadi Terpidana kasus Penipuan PT. TJITAJAM, dimana Ponten Cahaya Surbakti yang terbukti menipu Mukti Sanjaya telah dijatuhi hukuman penjara selama 1 (tahun). Lanjut terkait Ponten Cahaya Surbakti, Penasehat Hukum menyayangkan tindakan Jaksa Penuntut Umum yang tidak dapat menghadirkan/ menghadapkan Ponten Cahaya Surbakti ke depan Persidangan guna memperjelas asal muasal PT. TJITAJAM padahal selama periode bulan Desember 2021 s/d Maret 2022, Ponten Cahaya Surbakti berada dalam tahanan di LP Cipinang dalam rangka menjalani hukuman.
Kelima, dalam pembelaannya, Penasehat Hukum menyampaikan bahwa Dirjen AHU Kementrian Hukum dan HAM merupakan sumber masalah yang melatarbelakangi timbulnya sengketa PT. TJITAJAM secara terus-menerus sampai dengan saat ini, hal tersebut lantaran karena Dirjen AHU Kementrian Hukum dan HAM yang telah terbukti melakukan Perbuatan Melawan Hukum secara terus-menerus menerbitkan Pengesahan untuk Akta-akta PT. TJITAJAM Fiktif versi Tamami Imam Santoso, Drs. Cipto Sulistio, Ade Prasetyo (Jona), Dkk yang sudah dinyatakan batal demi Hukum, tidak sah, padahal diketahui PT. TJITAJAM yang sah adalah PT. TJITAJAM versi Terdakwa Jahja Komar Hidajat.
Keenam, Penasehat Hukum juga membeberkan proses Penyidikan dan Penuntutan yang dipaksakan dalam perkara ini, menurut Penasehat Hukum, berdasarkan bukti surat P-19 yang dikirimkan oleh Jaksa Penuntut Umum pada kejaksaan Tinggi DKI Jakarta kepada Penyidik Polda Metro Jaya tertanggal 24 April 2020, Jaksa Penuntut Umum telah memberikan petunjuk kepada Penyidik agar memeriksa Daulat Saragih selaku penerima kuasa dalam Surat Kuasa Khusus nomor : 009/SK/TJ/V/1999 tanggal 10 Mei 1999. Sejak awal Penasehat Hukum menyatakan yakin Penyidik tidak akan bisa memenuhi petunjuk tersebut, karena faktanya Daulat Saragih (Alm) sudah meninggal dunia sejak 24 Desember 2008, namun yang membuat Penasehat Hukum bertanya-tanya bagaimana bisa secara tiba-tiba Perkara ini dinyatakan berkasnya telah lengkap (P-21) oleh Jaksa Penuntut Umum dan layak untuk disidangkan??
Ketujuh, dalam pembelaannya, tim Penasehat Hukum juga mengutarakan fakta-fakta terkait aset PT. TJITAJAM berupa bidang-bidang tanah yang terbagi dalam 7 SHGB. Sesuai Fakta Persidangan, dahulu aset PT. TJITAJAM berupa SHGU, namun oleh Terdakwa bersama-sama dengan Laurensius Hendra Soedjito telah mengurus perubahan alas hak menjadi SHGB. Selain itu juga mengurus Izin Prinsip dan Izin Lokasi.
Terkait kerugian yang diakui oleh Saksi Pelapor Tamami Imam Santoso. Menurut Penasehat Hukum, kerugian tersebut timbul akibat dari perbuatan melawan Hukum yang dilakukan oleh Saksi Pelapor, Drs. Cipto Sulistio, dimana mereka telah melakukan kerja sama dengan PT. Green Construction City yang diwakili oleh Ahmad Hidayat Assegaff dan PT. Bahana Wirya Raya terkait pembangunan perumahan Green Citayam City. Sesuai Fakta Persidangan perumahan tersebut dibangun tanpa izin-izin sebagaimana ditentukan Undang-undang.
Selain itu. Penasehat Hukum juga menyampaikan fakta persidangan dalam Nota Pembelaan terkait adanya proses Penyelidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Depok atas dugaan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Margonda Depok, dimana BTN Margonda Depok telah mencairkan dana sebesar Rp 63.116.441.982 (enam puluh tiga milyar seratus enam belas juta empat ratus empat puluh satu ribu Sembilan ratus delapan puluh dua rupiah) untuk pembiayaan fasilitas KPR pada Perumahan Green Citayam City yang terbukti tidak mengantongi izin-izin.
Kedelapan, pada poin terakhir ini, Penasehat Hukum menyampaikan fakta-fakta terkait sosok Drs. Cipto Sulistio yang terbukti terlibat dalam berbagai kasus pertanahan seperti kasus perumahan Yellow Garden Karang Tengah, kasus PT. Nusuno Karya dalam perkara perumahan pilar di Cikarang, dan perumahan violet garden di Bekasi. Namun anehnya Drs. Cipto Sulistio tidak pernah diproses secara Hukum. Menurut Penasehat Hukum hal tersebut bisa terjadi lantaran karena dibacking oleh kekuatan besar atau oknum dalam salah satu Institusi Penegak Hukum di Negeri ini.
Setelah menyampaikan uraian fakta-fakta dalam Nota Pembelaan, Penasehat Hukum menyampaikan kesimpulannya dalam perkara ini, dimana menurut Penasehat Hukum tidak ada satu unsur pun dari Dakwaan Pertama Pasal 242 ayat (1) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1, Dakwaan kedua Pasal 242 ayat (3) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1, Dakwaan ketiga Pasal 263 ayat (1) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 atau Dakwaan keempat Pasal 263 ayat (2) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 yang terbukti dilakukan oleh Terdakwa Jahja Komar Hidajat secara sah meyakinkan.
Dalam Permohonannya, Penasehat Hukum meminta kepada Majelis Hakim agar menyatakan kliennya yaitu Terdakwa Jahja Komar Hidajat tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Surat Dakwaan maupun Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum serta membebaskan Terdakwa;
Selesai membacakan Nota Pembelaan, tim penasehat Hukum juga menyampaikan bukti-bukti Surat sebanyak 121 Bukti kepada Majelis Hakim. “kami ajukan bukti berupa Akta-akta PT. TJITAJAM, lembar saham TJITAJAM NV tahun 1934, dan Putusan-putusan Pengadilan yang memenangkan Klien Kami” ucap Penasehat Hukum.
Sidang ditutup oleh Majelis Hakim dan akan dibuka kembali pada hari Selasa tanggal 21 Juni 2022 dengan agenda memberikan kesempatan kepada Jaksa Penuntut Umum menyampaikan Replik atas Pledoi yang disampaikan oleh Terdakwa dan Tim Penasehat Hukum.
Sumber : https://mediainfokorupsi.com/2022/06/08/jahja-komar-hidayat-menyatakan-dalam-nota-pembelaan-pledoi-maling-teriak-maling-dalam-sengketa-pt-tjitajam/
Suka
Respon Anda
Suka
Respon Anda
PT. Green Construction City
posted a blog.
Negara Diharapkan Tak Tunduk dengan Cara-cara Premanisme
12 Januari 2020 - Negeri Cibinong mulai menjalankan tahapan eksekusi atas aset tanah Perumahan Green Citayam City (GCC) di Desa Ragajaya, Citayam, Bojong Gede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Untuk itu, juru sita pengadilan sudah menuntaskan pemeriksaan tanah (kontratering) di lokasi pada Jumat 10 Januari 2020.Dari pemantauan di lapangan, sempat diwarnai ketegangan antara juru sita dan pihak-pihak yang dinyatakan kalah oleh pengadilan yakni pihak PT Green Construction City sebagai pengembang perumahan GCC yang wakili oleh Direkturnya Ahamad Hidayat Assegaf dan pihak PT Tjitajam tidak sah versi Ponten Cahaya Surbakti, Cipto Sulistio, Zaldy Sofyan, dkk yang sudah dinyatakan kalah dan melakukan perbuatan melawan hukum.Meski demikian, proses kontratering tetap berjalan lancar dengan pengawalan oleh jajaran Kepolisian Resort Depok. Proses ini mengikuti ketentuan dan kebutuhan menurut Hukum Acara Perdata sesuai keputusan pengadilan.Terkait hal itu, Pengadilan Negeri Cibinong menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung (MA) terkait kasus penyerobotan tanah PT Tjitajam yang sebagiannya dijadikan Perumahan GCC. Sebelumnya PN Cibinong sudah meminta pihak-pihak yang sudah menyerobot lahan agar menyerahkan tanah dalam keadaan kosong ke PT Tjitajam.Keputusan itu ditetapkan dalam sidang aanmaning di Pengadilan Negeri Cibinong pada Jumat 27 Desember 2019. Sesuai keputusan dalam sidang tertutup itu, jika dalam waktu delapan (8) hari perintah pengadilan itu tidak dilaksanakan, maka pengadilan akan mempersiapkan langkah-langkah eksekusi dengan upaya paksa.Reynold Thonak, kuasa hukum PT Tjitajam, mengimbau agar pihak-pihak yang sudah dinyatakan kalah karena melakukan perbuatan melawan hukum agar menghormati proses hukum. Mereka sebaiknya jangan menggunakan cara-cara di luar hukum seperti mengarahkan massa atau preman."Negara ini negara hukum bukan negara preman. Pengadilan bersama Jajaran Polri/TNI tidak akan tunduk dengan cara-cara premanisme," katanya.Dia menandaskan, seluruh syarat atas proses hukum ini sudah lengkap, sehingga harusnya untuk mendapatkan suatu kepastian hukum proses eksekusi akan terus berjalan oleh pengadilan."Pihak yang sudah dinyatakan kalah oleh Putusan Pengadilan jangan malah membual dan membohongi konsumen, itu akan makin membuka kebohongannya. Jangan membohongi konsumen dan membenturkan dengan aparatur negara," kata Reynold."Keputusan aanmaning sudah tegas dan jelas. Pengadilan Negeri Cibinong akan melaksanakan putusan MA. Para penyerobot harus meninggalkan dan mengosongkan tanah sengketa," sambungnya.Adapun untuk konsumen, kata Reynold, ada opsi-opsi langkah hukum yang bisa ditempuh untuk mendapatkan haknya. Untuk itu, dia menegaskan, pihaknya siap memberikan layanan konsultasi hukum ke konsumen.Komitmen ini berdasar motvasi solidaritas dan kemanusiaan. "Apalagi kami PT Tjitajam dan konsumen sama-sama jadi korban dalam perkara ini," kata Reynold.Terkait perkara itu, Putusan MA No : 2682 K/PDT/2019 yang telah Berkekuatan Hukum Tetap (inkracht van gewijsde) diketok pada 4 Oktober 2019 dan diberitahukan kepada pihak-pihak berperkara pada bulan November 2019.Seperti dikutip dari salinan putusan MA atas kasus tersebut, ditegaskan bahwa, 'PT Tjitajam yang sah menurut hukum adalah PT Tjitajam dengan Susunan Pengurus Direktur Rotendi dan Komisaris Jahja Komar Hidajat, karena itu berhak atas tanah objek sengketa'.PT Tjitajam sebagai pihak Penggugat Intervensi dalam kasus ini pun diputuskan sebagai pemilik sah atas tanah berikut bangunan di atasnya yang menjadi objek sengketa, sesuai SHGB No. 3/Citayam, SHGB Nomor 1798/Ragajaya, SHGB Nomor 1799/Ragajaya, SHGB No. 1800/Ragajaya, SHGB No. 1801/Ragajaya, SHGB No. 257/Cipayung Jaya, dan SHGB No. 1802/Ragajaya.Seluruhnya atas nama PT. Tjitajam dengan Pengesahan Akta Pendirian tertanggal 12 Agustus 1996', di mana sebagian tanah menjadi lokasi proyek Perumahan Green Citayam City yang dibangun/ dikembangkan oleh PT. Green Construction City.Putusan MA ini memperkuat putusan sebelumnya yakni Putusan Pengadilan Negeri Cibinong No : 79/Pdt.G/2017/PN.Cbi No : 79/Pdt.Int/2017/PN.Cbi tanggal 7 September 2018, dan Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor : 146/Pdt/2019/PT.Bdg tanggal 16 Mei 2019.Dengan ini MA menolak permohonan kasasi pihak Tergugat Intervensi, yakni PT Tjitajam dengan versi kepengurusan Ponten Cahaya Surbakti, Cipto Sulistio, Tamami Imam Santoso, Zaldy Sofyan, dkk.Reynold Thonak menjelaskan bahwa kasus Perumahan Green Citayam City ini terkait dengan langkah-langkah mengatasnamakan PT Tjitajam dengan berbagai cara."Ada pihak yang mengaku-aku sebagai pengurus perseroan dan pemegang saham dengan cara duplikasi dokumen dan penerbitan akta-akta yang tidak sah," jelasnya.Dia menegaskan, kliennya sudah dinyatakan sebagai PT Tjitajam yang sah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada putusannya pada 1999 yakni Putusan Nomor: 108/Pdt/G/1999/PN.Jkt.Tim tanggal 27 April 2000 yang telah Berkekuatan Hukum Tetap (inkracht van gewijsde).Namun ternyata upaya penguasaan atas perusahaan masih berlanjut, salah satunya dalam kasus Green Citayam City ini. Terkait kasus Green Citayam City, lanjut Reynold, pihaknya merasa dirugikan karena asetnya tiba-tiba menjadi lokasi proyek perumahan dengan modal penggunaan sertifikat pengganti.Padahal lokasi tersebut merupakan salah satu aset yang sedang diletakkan sita jaminan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur dalam Perkara Nomor : 108/Pdt/G/1999/PN.Jkt.Tim.Sejumlah konsumen Perumahan Green Citayam City (GCC) akan menggugat PT Bank Tabungan Negara seiring putusan Mahkamah Agung. Gugatan itu bertujuan untuk membatalkan perjanjian kredit dengan BTN atas pembelian rumah di GCC yang belakangan terbukti tidak sah secara hukum."Jadi konsumen terancam rugi berlipat-lipat, mereka mengangsur untuk tanah dan bangunan yang tidak sah," kata Reynold Thonak.Dia mengungkapkan, dari informasi yang dihimpun, sejauh ini sudah ada sekitar 600 orang yang telah meneken akad kredit dengan BTN untuk pembelian rumah di GCC. Dari sejumlah itu, sekitar 300 orang bahkan sudah menempati rumah yang terbangun."Ada belasan konsumen yang menghubungi saya untuk rencana menggugat," katanya.Reynold menegaskan, pihaknya memang siap membantu konsumen berupa konsultasi hukum ikhwal langkah apa yang bisa dilakukan konsumen untuk memperjuangkan haknya."Motivasinya adalah kemanusiaan untuk membantu konsumen, karena kami sama-sama dizalimi," ujarnya.Dia menyebutkan, ada dua langkah hukum yang bisa ditempuh konsumen GCC. Konsumen yang mengambil kredit melalui BTN, bisa mengajukan gugatan perdata dengan Undang-undang Perlindungan Konsumen. Dalam hal ini BTN digugat sebagai pihak yang memfasilitasi pembiayaan atas kegiatan yang tidak sah."Dengan putusan MA itu, perjanjian kredit batal demi hukum," jelasnya.Adapun konsumen yang langsung transaksi dengan pengembang bisa melalui mekanisme kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Ini untuk transaksi seperti pembayaran penambahan luas tanah.PKPU tahap pertama sudah bergulir sejak September 2019 lalu. Sebagian konsumen sudah menerima dananya kembali secara bertahap. "PKPU berikutnya sudah bisa mulai lagi," kata Reynold.
Sumber : https://nasional.sindonews.com/beritaamp/1494829/13/negara-diharapkan-tak-tunduk-dengan-cara-cara-premanisme
PT. Green Construction City
shared a video
Kronologi Sengketa Saling Klaim Kepemilikan PT Tjitajam
87 Likes
Tanggal Tayang : 23/02/2020
Embrionya adalah program Seputar Jakarta yang pertama mengudara pada 1 November 1989 dan menyajikan berbagai perkembangan utama di ibukota. Sejak itu Seputar iNews memperluas cakupan liputannya ke seluruh nusantara.
Seputar iNews memiiki filosofi “apa kata dan bagaimana pengaruh bagi masyarakat”. Filosofi ini mendasari penyajian setiap berita sehingga dekat dan mudah dipahami oleh masyarakat.
PT. Green Construction City
posted a blog.
Bogor 19 Mei 2021 - Sengketa perumahan Green Citayam City (GCC) yang dibangun di atas lahan milik PT Tjitajam menemui babak baru. Kejaksaan Negeri Depok mencium dugaan tindak pidana korupsi pemberian kredit pemilikan rumah (KPR) Perumahan GCC oleh PT Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Margonda Depok. Tidak tanggung-tanggung, dana yang digelontorkan mencapai Rp 63.116.441.982.
Direktur PT Tjitajam Rotendi didampingi Kuasa Hukum Reynold Thonak S.H hadir ke Kejaksaan Negeri Depok sebagai saksi dalam Proses Penyelidikan Dugaan Tindak Pidana Korupsi. Mewakili Rotendi, Reynold menjelaskan bahwa Pembangunan Perumahan GCC oleh PT Green Construction City yang diwakili oleh Ahmad Hidayat Assegaf dan Pembiayaan fasilitas KPR oleh BTN Margonda Depok dibangun di atas tanah milik PT Tjitajam yang dipimpin oleh Rotendi dengan Komisaris Jahja Komar Hidajat.
“Objek pemeriksaannya adalah menyangkut dugaan tindak pidana korupsi. Pemberian KPR di tanah GCC itu adalah lahan bermasalah karena tidak ada izin IMB, Site Plan sehingga disegel oleh Satpol PP Kab. Bogor. Lalu Kejaksaan bertanya ada apa BTN memberikan Kredit. Nilainya juga besar Rp 63 M. Padahal Ada 8 putusan yang menjelaskan bahwa tanah tersebut adalah milik PT Tjitajam yang sah secara hukum yaitu Direktur Rotendi dengan Komisaris Jahja Komar Hidajat. Pemegang Saham PT Suryamega Cakrawala 2.250 Lembar Saham dan Jahja Komar Hidajat 250 Lembar Saham,” katanya, Rabu (19/5/2021).
Kuasa Hukum PT. Tjitajam
Reynold menambahkan bahwa dugaan korupsi ini tidak berdiri sendiri. Hal ini terjadi diawali dengan pembegalan PT Tjitajam oleh Ponten Cahaya Surbakti, Cipto Sulistio Dkk ( PT. Tjitajam Fiktif) karena ambil paksa dari melalui Sistem Online AHU pada Kementerian Hukum dan HAM.
“Pembangunan Perumahan Green Citayam bermula dari adanya pembajakan atau pembegalan PT Tjitajam yang dilakukan oleh Poten Cahaya Surbakti, Tamami Imam Santoso, Drs. Cipto Sulistio, Kivlan Zein, Ronny Wongkar, Zaldi Sofyan dkk. Kami PT Tjitajam sudah berdiri sejak dahulu, sejak zaman Belanda dengan nama Tjitajam NV,” tegas Reynold mewakili Rotendi.
Reynold juga menerangkan bahwa kaitannya dengan dugaan korupsi ini adalah karena PT Tjitajam fiktif sempat mengajukan permohonan penerbitan sertifikat pengganti karena hilang dan mengajukan ke BPN Kabupaten Bogor.
"Mereka begal PT sama dengan begal Aset. Tjitajam kami silsilahnya jelas. Nah, PT Tjitajam Fiktif ini ga jelas. Mereka bekerja sama dengan Oknum di BPN. Lalu ini yang dijadikan kerja sama dengan BTN. Dimodalkan oleh Kontraktor Direktur PT GCC/ Habib Achmad Hidayat Assegaf,” terangnya.
Reynold juga menjelaskan bahwa pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan Pemda.
“Pol PP menyatakan sudah menyegel tanah tersebut namun mereka juga bingung kenapa bisa dapat dilakukan Akad kredit. Putusan PN Cibinong juga sudah inkrah menyebutkan PT Tjitajam yang sah itu Rotendi. Lalu bagaimana jaminan dengan Bank? Terkait jaminan Perbankan biasanya menggunakan Hak Tanggungan, ada 3.000 rumah,” jelasnya.
Namun akhirnya Pihak PT Tjitajam yang asli berhasil menggugat membatalkan serifikat Pengganti yang dijadikan dasar Akad Kredit itu sampai Inkracht, dan baru sekitar 633 rumah yang dibiayai. Kasus ini juga terendus sejak adanya aduan dari cicilan konsumen yang setiap bulan membayar cicilan ke Bank BTN namun tidak jelas dimana objek tanah dan bangunan yang mereka cicil.
“Potensi kerugian negara sudah terlihat. Ini sangat komplikasi karena ada kesepakatan 3 pihak antara PT Green Construction City, PT Bahana Wirya Raya dengan PT Tjitajam versi Poten Cahaya Surbakti, Cipto Sulistio dkk. PT Tjitajam Cipto Sulistio Dkk dapat 150 miliar, PT Bahana Wira Raya dapat 85 Miliar dan sisanya untuk Habib Ahmad Assegaf,” ucapnya.
Namun usaha mereka untuk membajak PT Tjitajam dan Aset-Aset tanahnya kandas, setelah PT Tjitajam di bawah Kepemimpinan Rotendi dinyatakan menang sampai Kasasi.
“Intinya BTN terlalu nekat karena berani kucurkan dana yang bermasalah dan tidak berhati-hati atau prudent dalam mengucurkan dana. Yang harus dilakukan oleh Bank BTN adalah mengajukan Gugatan ke PT. GCC sesuai Perjanjian Kerja Sama. Itu berdasarkan pertimbangan hakim di sidang Gugatan Perlawanan BTN di PN Cibinong,” tegasnya.
Reynold menilai tindakan ini merupakan bentuk lain dari Mafia Tanah.
“Kalau yg sebelumnya person to person. Tapi ini beda. Mafia bekerja sama dengan oknum Intitusi di AHU untuk membajak PT Tjitajam, BPN Kabupaten Bogor dan Perbankan,” jelasnya. (dok)
Sumber : https://pelitabaru.com/sengketa-green-citayam-city-telan-kerugian-negara-rp-63-miliar/
PT. Green Construction City
posted a blog.
February 21, 2022
182 Likes
18 Februari 2020
Sekitar 3.000 unit bangunan di Perumahan Green Citayam City (GCC) di Desa Ragajaya, Kecamatan Bogonggede, Kabupaten Bogor terancam digusur akibat sengketa kepemilikan lahan. Warga diberi tenggat waktu dua pekan untuk mengosongkan lahan.
Salah satu warga yang terdampak Yus Sudarso menuturkan, dirinya sudah mengetahui perihal rencana pengambilalihan lahan. Ia pun mengaku resah karena rumah yang ia beli tipe 27/84 senilai Rp 140 juta itu akan digusur.
Kata Yus, dirinya mulai tertarik memilki rumah di GCC pada 2015. Pada saat itu, dirinya mengeluarkan uang tanda jadi (booking fee) sebesar Rp 2,5 juta sudah enam kali angsuran untuk uang muka dengan total Rp 17 juta.
"Saya sudah setor sekitar Rp 20 juta, tetapi belum akad. Berbagai alasan diutarakan pengembang dan hingga kini belum jadi. Malah ada kabar bilang lahannya sengketa. Cemas saya lah mas," paparnya, Selasa (18/2/2020).
Ia pun berharap agar pengembang segera mengembalikan uang yang telah disetorkan. Yus pun meyakini dari lokasi yang sudah berdiri beberapa unit rumah ada juga warga yang mempunyai permasalahan yang sama dengan dirinya.
Berdasarkan keputusan MA berdasar putusan Mahkamah Agung RI No: 2682 K/PDT/2019 yang sudah inkracht (berkekuatan hukum tetap) pada 4 Oktober 2019, lahan seluas 50 hektare saat ini dijadikan perumahan subsidi GCC itu dimiliki oleh PT Tjitajam, sedangkan PT Green Construction City sebagai pengembang kawasan itu dianggap menyerobot lahan.
Dari informasi yang dihimpun, sudah berdiri baik yang utuh atau setengah jadi 3.000 unit rumah di lahan bersengketa itu. Dari jumlah itu sekitar 300 orang sudah melakukan kontrak pembelian.
Sementara, Kuasa Hukum penggugat PT Tjitajam, Reynold Thonak menjelaskan, putusan MA tersebut sudah berkekuatan hukum dan menerangkan bahwa lahan itu merupakan hal milik perusahaannya sesuai dengan akta notaris yang legal.
"Bila sudah berkekuatan hukum, tinggal eksekusi. Tetapi sebelumnya, kami lakukan sosialisasi kepada warga. Karena di lahan tersebut sudah terbangun rumah dan ruko. Waktunya, dua minggu, bila terjadi deadlock (buntu) kami minta pengadilan untuk melakukan penggusuran paksa," papar Reynold.
Penggusuran bangunan ilegal Perumahan Green Citayam City menjadi opsi yang paling memungkinkan karena pihak yang dinyatakan bersalah secara hukum tak kunjung mematuhi perintah pengadilan.
Kata Reynold, PT Tjitajam sudah mempersiapkan solusi untuk konsumen yang kehilangan rumah. Para konsumen akan mendapatkan rumah pengganti yang legal, dengan syarat dan ketentuan tertentu.
"Dalam waktu dekat kami berupaya untuk mengumpulkan warga yang terdampak dan melakukan sosialisasi penggusuran. Sekalian, nanti kami bicarakan opsi-opsi bagi konsumen yang telah terlanjur membeli," tambah Reynold.
Sumber : https://www.beritasatu.com/megapolitan/600852/sengketa-lahan-3000-bangunan-di-green-citayam-city-terancam-digusur
PT. Green Construction City
posted a blog.
12 Agustus 2021
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilan atas penetapan tersangka pemilik PT Tjitajam.
Kuasa hukum PT Tjitajam Reynold Thonak mengaku menghargai putusan Hakim yang menolak gugatan praperadilan tersebut.
"Kita hargai apa yang telah dipertimbangkan oleh Hakim. Namun tadi jujur kami tidak setuju dengan pendapat Hakim karena menilai gugatan kami tidak dapat diterima," kata Reynol di PN Jakarta Selatan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan pada Kamis (10/8/2021).
Reynold menuturkan, pihaknya sudah berupaya memberikan bukti-bukti kepada Hakim selama proses persidangan.
"Dengan persidangan yang cukup panjang ini, seminggu terakhir kita bersidang terus, kami sudah berhasil membuktikan sebenarnya apa yang dijadikan dalam penetapan tersangka untuk klien kami. Hanya putusannya dikatakan tadi tidak dapat diterima," ujar dia.
Lebih lanjut, ia mengatakan Hakim menilai gugatan yang diajukan tidak masuk dalam ranah praperadilan.
"Sedangkan sudah jelas apa yang diatur dalam KUHAP itu Pasal 77 ya, dan sebagaimana ahli kami sudah sampaikan, itu sebenarnya ranah praperadilan," tutur Reynold.
"Karena dengan surat penangkapan, penahanan, itulah dasar dari penyidik melakukan suatu tindakan hukum kepada seseorang," tambahnya.
Tim kuasa hukum PT Tjitajam pun akan mempertimbangkan untuk menggugat kembali Polda Metro Jaya.
"Kita pertimbangkan dulu apa yang menjadi putusan hari ini, kita pelajari dulu. Sehingga mudah-mudahan, seandainya ada gugatan lagi, hal ini tidak menjadi perdebatan lagi. Saya yakin polri akan bekerja secara profesional, tidak pandang bulu," ujar dia.
Sementara itu, pihak Polda Metro Jaya tidak memberikan tanggapan terkait putusan Hakim yang menolak gugatan praperadilan ini.
Duduk Perkara
Reynold memaparkan kasus kepemilikan PT Tjitajam sebelumnya telah inkrah diputus pengadilan.
Di mana PT Tjitajam yang legal dipimpin oleh Rotendi selaku Direktur dan Komisaris Jahja Komar Hidajat.
Namun, lanjutnya, pembajakan PT Tjitajam yang legal dilakukan secara terstruktur oleh sejumlah orang.
Dengan skenario matang, orang-orang tersebut diungkapkan Reynold membuat sejumlah akta palsu dan mengaku sebagai pemegang saham serta pengurus PT Tjitajam hingga meraup KPR dengan mudah.
Putusan demi putusan inkrah telah dimenangkan pemilik yang sah.
Namun malang, perkara baru kembali muncul setelah pemilik dijadikan tersangka terkait kasus kesaksian palsu pada persidangan tahun 1999 silam yang baru dilaporkan pada tahun 2018 lalu.
"Ini perkara praperadilan terkait dengan sengketa PT Tjitajam. PT Tjitajam ini sudah diteguhkan oleh 8 putusan inkrah, menyangkut hak siapa, baik saham ataupun PT (perusahaan)," papar Reynold.
Reynold pun melihat kejanggalan dari kasus tersebut, karena kliennya seolah sengaja kembali dijadikan tersangka yang diduga untuk menggugurkan hasil inkrah proses persidangan sebelumnya.
"Kami mohon keadilan, sudah berkali-kali kami dilakukan penetapan tersangka oleh oknum-oknum penyidik. Sudah kami lakukan upaya hukum praperadilan, beberapa bulan lalu (Maret) kami juga melakukan praperadilan," jelas Reynold.
"Bahwa penetapan tersangka terhadap klien kami dengan mengesampingkan 8 putusan inkrah adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan pemenuhan dua alat bukti," tambahnya.
PT Tjitajam sendiri memiliki aset berupa lahan di kawasan perbatasan Depok dan Bogor.
Di lokasi tersebut disampaikannya akan dibangun sekira 3.000 unit rumah dengan nama Perumahan Green Citayam City.
Pembangunan terlaksana atas kerjasama PT. Green Construction City (GCC) dan penyedia KPR.
Proyek pembangunan perumahan itu terlaksana setelah sejumlah orang berhasil membajak nama PT Tjitajam dari pemiliknya yang sah.
"Anehnya, mereka justru berhasil mendapat kucuran KPR sebesar Rp63,1 miliar, meski proses pengadilan inkrah mengembalikan kepemilikan PT Tjitajam kepada manajemen Rotendi dan Komar Hidayat," tutupnya.
Sumber : https://wartakota.tribunnews.com/2021/08/12/pengadilan-negeri-jakarta-selatan-tolak-gugatan-praperadilan-kasus-kepemilikan-pt-tjitajam?page=all
PT. Green Construction City
posted a blog.
15 September 2021
Setelah melalui proses panjang puluhan akhirnya PT Tjitajam pemilik sah tanah sengketa di kawasan perbatasan Kota Depok dan Kabupaten Bogor, sebanyak tiga lokasi tanah diserahkan secara sah oleh Pengadilan Negeri (PN) Cibinong kepada Kuasa Hukum PT Tjitajam, Reynold Thonak, Rabu (15/9).
Reynold menerangkan, penyerahan dan oengosongan lahan yang dilakukan PN Cibinong berdasarkan Penetapan Eksekusi No : 33/Pen.Pdt/Eks.Peng/2019/Pn.Cbi Jo No. 79/Pdt.G/2017/PN.Cbi – Nomor : 79/Pdt.Int/2017/PN.Cbi Jo No. 146/Pdt/2019/PT.BDG Jo No. 2682 K/Pdt/2018 Tertanggal 20 Agustus 2021 Jo Berita Acara Eksekusi, Pengosongan Dan Penyerahan Tertanggal 15 September 2021 Telah Melaksanakan Eksekusi Pengosongan Dan Penyerahan Atas Putusan Pengadilan Negeri Cibinong No : 79/Pdt.G/2017/PN.CBI No : 79/Pdt.Int/2017/PN.Cbi Tertanggal 7 September 2018 Jo Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor : 146/Pdt/2019/PT.BDG tertanggal 16 Mei 2019 Jo Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No : 2682 K/Pdt/2019 Tertanggal 4 Oktober 2019 Yang Telah Berkekuatan Hukum Tetap.
“Dengan dilaksanakannya eksekusi pengosongan dan penyerahan tersebut, maka PT Tjitajam yang sah menurut hukum, dengan susunan pengurus Direktur adalah Rotendi dan Komisaris Jahja Komar Hidayat,” tegasnya kepada Radar Depok dilokasi, Rabu (15/09).
Ia menjelaskan, jika secara sah PT Suryamega Cakrawala mempunyai 2.250 lembar saham dan Jahja Komar Hidajat sebanyak 250 lembar saham (pemilik saham di PT Tjitajam), sesuai keputusan yang telah diputuskan delapan kali sidang yang seluruhnya menang secara inkrah
Adapun delapan (putusan) yang secara sah memutuskan secara inkrah, adalah keputusan PN Jakarta Timur, PN Jakarta Selatan, PTUN Bandung, PN Cibinong, hingga PTUN Jakarta. Tiga kali pihaknya menang di PN Cibinong.
“Semua keputusan sidang tersebut menegaskan kedudukan PT Tjitajam secara sah berkekuatan hukum pemilik delapan aset yang berada di kawasan tersebut,” tegasnya.
Sehingga Reynold meminta kepada seluruh pihak terkait untuk patuh terhadap hukum dan menghormati seluruh keputusannya, tidak melakukan upaya kriminalisasi, memberantas segala praktik mafia tanah yang banyak mencederai masyarakat.
“Kami berjuang selama 22 tahun untuk mendapatkan hak klien kami yang diambil oleh oknum mafia tanah,” ungkapnya di kawasan Jalan Tegar Beriman.
Dari ke tujuh bidang tahan yang dimiliki, tiga telah diserahterimakan secsra hukum oleh Panitera PN Cibinong. Adapun ketujuh bidang tahah adalah,SHGB No 3 tahun 1996 seluas 285.000 M2, SHGB No. 1798/Ragajaya seluas 45.000 M2, SHGB No. 1799/Ragajaya seluas 200.400 M2, SHGB No. 1800/Ragajaya seluas 429.300 M2, SHGB No:1801/Ragajaya seluas 34.100 M2, SHGB No: 1802/Ragajaya seluas 23.000 M2, SHGB No: 257/Cipayung Jaya seluas 538.000 M2.
“Kalau di total itu luasnya total 1.554.800 meter persegi atau 155 hektar. Kalau di nilaikan secara logis itu mencapai 3 triliun,” beber Reynold.
Pada waktu eksekusi yang dilakukan langsung panitera dan petugas dari Pengadilan Negeri Cibinong, Reynold mengaku sempat ada perlawanan dari kubu yang bertikai.
“Dari pada terjadi hal tidak diinginkan setelah pembacaan inkrah kepemilikan sah atas PT. Tjitajam di lokasi, lantaran suasana di sekitar menjadi tidak kondusif dan terjadi ricuh kita langsung geser,” tandasnya.
Sumber : https://www.radardepok.com/2021/09/sah-tanah-di-raga-jaya-milik-pt-tjitajam/
PT. Green Construction City
Kesimpulan :
Dari 7 bidang lahan, 3 telah diserah terimakan
7 bidang tsb antara lain dengan total 155 Ha dgn harga total 3 Trilyun
1. SHGB No 3 tahun 1996 seluas 285.000 M2
2. SHGB No. 1798/Ragajaya seluas 45.000 M2
3. SHGB No. 1799/Ragajaya seluas 200.400 M2
4. SHGB No. 1800/Ragajaya seluas 429.300 M2
5. SHGB No:1801/Ragajaya seluas 34.100 M2
6. SHGB No: 1802/Ragajaya seluas 23.000 M2
7. SHGB No: 257/Cipayung Jaya seluas 538.000 M2.
PT. Green Construction City
Kesimpulan :
Dari 7 bidang lahan, 3 telah diserah terimakan
7 bidang tsb antara lain dengan total 155 Ha dgn harga total 3 Trilyun
1. SHGB No 3 tahun 1996 seluas 285.000 M2
2. SHGB No. 1798/Ragajaya seluas 45.000 M2
3. SHGB No. 1799/Ragajaya seluas 200.400 M2
4. SHGB No. 1800/Ragajaya seluas 429.300...Lihat Lebih
- Suka
- February 14, 2022
PT. Green Construction City
posted a blog.
11 Februari 2020
Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKPP) Kabupaten Bogor menyatakan jika kasus sengketa lahan yang kini sedang dihadapi ratusan warga perumahan Green Citayam City, Desa Ragajaya, Kecamatan Bojonggede itu merupakan ranah Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat.
“Kalau soal sengketa lahan saya enggak mau berkomentar karena bukan domain saya, melainkan itu ranah BPN dan Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Cibinong sebagai pihak yang bakal mengeksekusi lahan tersebut,” kata Kabid Perumahan pada DPKPP Kabupaten Bogor, Nunung Thoyibah saat ditemui dikantornya, Selasa (11/2/20).
Menurutnya, ranah DPKPP dalam kasus warga perumahan tersebut hanya sebatas dalam pengesahan dokumen rencana teknis (PDRT) yang menjadi persyaratan utama untuk pembuatan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bogor.
“Ranah saya hanya PDRT saja yang menjadi persyaratan utama untuk menempuh permohonan IMB di DPMPTSP,” ujarnya.
Ia memastikan, untuk perumahan yang sedang terseret kasus sengketa lahan dan bakal di eksekusi oleh PN Kelas IA Cibinong itu seluruh bangunan telah mengantongi IMB.
“Total jumlah perumahan tersebut kurang lebih sebanyak 630 unit. Dan semuanya sudah ber-IMB kok,” paparnya.
Nunung juga menjelaskan, rekomendasi PDRT yang dikeluarkan oleh DPKPP kepada pengembang perumahan atas nama PT Green Contruction City telah diterbitkan sejak 2017 silam.
“Kalau enggak salah PDRT nya kita keluarkan pada Oktober 2017 lalu,” bebernya.
Dirinya berharap, dalam polemik yang tengah dihadapi ratusan penghuni perumahan Green Citayam City yang kini diketahui telah di tangani oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) dapat menyelesaikannya sesuai harapan.
“Kalau saya cuma berharap KemenPUPR bisa menyelesaikan kasus sengeketa lahan perum tersebut sesuai harapan warga Green Citayam City ini, sehingga bagi ratusan penghuni perumahan itu tidak perlu angkat kaki dari rumah yang mereka telah beli dari hasil keringatnya masing-masing,” pungkasnya.
Sekedar diketahui, ratusan warga perumahan Green Citayam City program rumah subsidi Presiden Jokowi, terancam tergusur akibat persoalan sengketa lahan.
Pasalnya, dalam menindaklanjuti keputusan Mahkamah Agung terkait kasus penyerobotan tanah milik PT. Tjitajam yang dijadikan perumahan Green Citayam City di Desa Ragajaya, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor.
Warga perumahan di Desa Ragajaya Bojonggede itu meminta pemerintah pusat dapat ikut turun tangan dalam persoalannya.
Bahkan, warga penghuni komplek itu telah membuat posko perjuangan Goeboeg Djoeang Green Citayam City, sebagai bentuk kekecewaan dan perlawanan terhadap putusan yang mana PN Cibinong yang bakal mengeksekusi lahan tersebut.
Sumber : https://bogorupdate.com/bogor-raya/dpkpp-kasus-sengketa-lahan-perum-green-citayam-city-bukan-ranah-kami/
PT. Green Construction City
Dari artikel ini bisa disimpulkan kalau DKPP juga menjadi korban
Karena DKPP juga tertipu yg berakibat mengeluarkan ijin dengan dasar Surat Kepemilikan PALSU
PT. Green Construction City
Dari artikel ini bisa disimpulkan kalau DKPP juga menjadi korban
Karena DKPP juga tertipu yg berakibat mengeluarkan ijin dengan dasar Surat Kepemilikan PALSU
- Suka
- February 12, 2022
PT. Green Construction City
posted a blog.
24 Februari 2020
Kisruh ribuan rumah Perumahan Green Citayam City, Ragajaya, Bogor, Jawa Barat kian memanas. Kali ini, Direktur Utama PT. Green Construction City (GCC), perusahaan pengembang Green Citayam City Ahmad Hidayat Assegaf angkat bicara terkait status lahan.
Pria yang akrab disapa Habib itu mengklaim memiliki sertifikat hasil pembelian tanah seluas 50 hektar dari lelang Bank Century. Ia juga membantah kabar penyerobotan lahan yang disuarakan PT Tjitajam yang diperuntukan untuk perumahan tersebut.
Habib pun meceritakan awal kronologi ia membeli tanah tersebut. Kata dia, pada 2017 lahan tersebut dibeli dari PT Bahana Wirya Raya, yang disertakan dengan bukti hasil pelelangan Bank Century seharga Rp85 miliar."Bahana menjaminkan tanah itu ke Century kemudian mereka tidak mampu bayar," katanya saat diwawancarai VIVAnews, di Sentul City, Senin 24 Februari 2020.
Selain PT Bahana Wirya Raya, kata dia, pihaknya juga membeli dari PT Tjitajam seharga Rp147 miliar. Karena tidak ingin memperpanjang konflik, Habib selaku Dirut GCC membayarkan uang dengan sertifikat kepemilikan dari dua belah pihak hasil kesepatan perdamaian antara PT Tjitajam dan PT Bahana.
"Yang PT Tjitajam ini dualisme versi Ponten Cahya Surbakti dan Rotendi. Tapi, dua-duannya saya beli," ujar Habib.
Menurutnya, pemberitaan pengusuran eksekusi terhadap ribuan rumah di GCC membuat warga perumahan resah. GCC pun menantang PT Tjijajam versi Rotendi dan Jahja Komar Hidayat melalui kuasa hukumnya Reynold Thonak untuk membuktikan surat kepemilikan. "Kalau bisa buktikan sertikat asli saya kasih 20 rumah. Kalau saya ada bukti dan lengkap dengan pernyataan damai mereka," tuturnya.
Lanjut dia, PT. Bahana membeli lahan tahun 2003 lengkap dengan perjanjian damai pihak-pihak terkait. Sementara, PT Tjitajam versi Rotendi mengkhianati perdamaian yang pada waktu itu ditandatangi Rotendi dan Jahja Komar Hidayat sendiri.
"Yang tandatangan langsung mereka. Sederhana saja kalau PT Tjitajam versi Rotendi menyebut ada penyerobotan lahan mengapa mereka tidak menggugat secara pidana tapi malah perdata," lanjutnya.Habib mengklaim GCC memiliki surat asli yang tertuang dalam draf Dijen Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM. Terkait perumahan ini, kata dia, membantu pemerintahan Jokowi menjalankan salah satu Nawacita yakni membangun 500 rumah subsidi.Atas tudingan PT Tjitajam versi Rotendi dan Jahja Komar Hidayat, pihak GCC telah melaporkan sengketa lahan ini ke Mabes Polri.
Sebab, upaya klaim melalui pemberitaan yang dilakukan PT Tjitajam versi Rotendi, lanjut dia, menambah kisruh proses hukum yang saat ini sedang berjalan. "Mereka tidak punya sertifikat asli mereka membuat gaduh berbicara di media. Ini karena mereka tidak mempunyai sertifikat asli, sertifikat asli ada di saya pemilik sah," katanya.Ahmad mengatakan, ada tiga bidang yang dibelinya dengan sertifikat 1800, 1801, 1798 di Desa Ragajaya. Di sana juga ada satu bidang 1799 dan nomor 03 di Desa Citayam. Sementara, bidang lain nomor 257 berada di Cipayung luasnya 53 hektar.
"Nah, itu mau kena jalan tol, yang mereka ributin tiga. Kalau direkturnya yang maling laporin dong Polisi. Itu lewat Bank Century. Makannya Bahana melaporkan Tjitajam ke Bareskrim, proses pengadilan saja masih banyak bagaimana mau eksekusi," ujarnya.
Terpisah, dikonfirmasi VIVAnews, Kuasa Hukum PT Tjitajam versi Rotendi, Reynold Thonak menjawab bahwa Dirut GCC Ahmad tidak memiliki hak atas tanah tersebut. "Kami dizalimi 20 tahun. Habib itu membeli sertifikat bukan beli tanah, dengan cara melakukan perdamaian dengan penyerobot lahan Pontan dan Kivlan Zen," tuturnya.Menurutnya, PT Tjitajam versi Ponten berdamai dengan PT Bahana Wirya Raya. Sertifikat sendiri, kata Reynold, digelapkan oleh mantan direktur yang telah dipecat pada 2003.
"Karena dia bawa dan duplikat sertifikat dan dia jual-jual asetnya. Ponten setelah membajak PT Tjitajam kerjasama terjadi perdamaiannya di akta nomor 3 tahun 2017 damai, bagi-bagi uang Rp180 miliar Rp150 miliar," katanya.
Ronald mengklaim, eksekusi tetap dilanjutkan. Sebab, segala legalitas hukum GCC melalui BPN sudah digugat kepengadilan dan dibatalkan. Terkait lelang, menurut dia, sertifikat lahan PT Tjitajam tidak pernah dilelang.
"Dia menyebut beli dari lelang, beli lelang mana? Kapan? Karena tidak ada lelang lelang. Tidak ada lelang lelang, kan harus ada jaminan dulu untuk agunan baru tidak terbayar bank lelang," sebut Reynold.
Sumber : https://www.viva.co.id/berita/nasional/1264661-bos-gcc-klaim-tanah-green-citayam-city-hasil-lelang-bank-century?page=all&utm_medium=all-page
PT. Green Construction City
VERSI GCC
Developer GCC beli lahan dari PT Bahana Wirya Raya
Yg katanya BWR hasil dari Lelang Bank Century seharga 85 Milyar
BWR beli tsb tahun 2003
Lengkap disertai perjamjian damai pihak pihak terkait
Developer GCC juga beli dari PT. Tjitayam 147 Milyar
Yang PT Tjitajam ini dualisme versi Ponten Cahya Surbakti dan Rotendi. Tapi, dua-duannya dibeli Developer
PT Tjijajam versi Rotendi dan Jahja Komar Hidayat yang menggugat Developer
Developer mengatakan, ada tiga bidang yang dibelinya dengan sertifikat 1800, 1801, 1798 di Desa Ragajaya. Di sana juga ada satu bidang 1799 dan nomor 03 di Desa Citayam. Sementara, bidang lain nomor 257 berada di Cipayung luasnya 53 hektar.
"Nah, itu mau kena jalan tol, yang mereka ributin tiga. Kalau direkturnya yang maling laporin dong Polisi. Itu lewat Bank Century. Makannya Bahana melaporkan Tjitajam ke Bareskrim, proses pengadilan saja masih banyak bagaimana mau eksekusi," ujarnya.
PT. Green Construction City
VERSI PT. TJITAJAM - ROTENDI
Kuasa Hukum PT Tjitajam versi Rotendi, Reynold Thonak menjawab bahwa Dirut GCC Ahmad tidak memiliki hak atas tanah tersebut. "Kami dizalimi 20 tahun.
GCC itu membeli sertifikat bukan beli tanah, dengan cara melakukan perdamaian dengan penyerobot lahan PT. Tjitajam versi Pontan dan Kivlan Zen," tuturnya.
Menurutnya, PT Tjitajam versi Ponten berdamai dengan PT Bahana Wirya Raya. Sertifikat sendiri, kata Reynold, digelapkan oleh mantan direktur yang telah dipecat pada 2003.
"Karena dia bawa dan duplikat sertifikat dan dia jual-jual asetnya. Ponten setelah membajak PT Tjitajam kerjasama terjadi perdamaiannya di akta nomor 3 tahun 2017 damai, bagi-bagi uang Rp180 miliar Rp150 miliar," katanya.
Lawyer mengklaim, eksekusi tetap dilanjutkan. Sebab, segala legalitas hukum GCC melalui BPN sudah digugat kepengadilan dan dibatalkan. Terkait lelang, menurut dia, sertifikat lahan PT Tjitajam tidak pernah dilelang.
"Dia menyebut beli dari lelang, beli lelang mana? Kapan? Karena tidak ada lelang lelang. Tidak ada lelang lelang, kan harus ada jaminan dulu untuk agunan baru tidak terbayar bank lelang,"
PT. Green Construction City
Tampaknya Mahkamah Agung membenarkan klaim versi Rotendi ini
Dan memenangkan nya dalam kasus sengketa tanah Green Citayam tsb
PT. Green Construction City
Pemerintah, Dinas terkait & Bank BTN juga menjadi korban
Krn mrk menganngap, surat versi GCC yg benar
Yg akhirnya mengeluarkan ijin2 Legalitas tsb
PT. Green Construction City
VERSI GCC
Developer GCC beli lahan dari PT Bahana Wirya Raya
Yg katanya BWR hasil dari Lelang Bank Century seharga 85 Milyar
BWR beli tsb tahun 2003
Lengkap disertai perjamjian damai pihak pihak terkait
Developer GCC juga beli dari PT. Tjitayam 147 Milyar
Yang PT Tjitajam ini dualisme versi Ponten C...Lihat Lebih
- Suka
- February 12, 2022
PT. Green Construction City
VERSI PT. TJITAJAM - ROTENDI
Kuasa Hukum PT Tjitajam versi Rotendi, Reynold Thonak menjawab bahwa Dirut GCC Ahmad tidak memiliki hak atas tanah tersebut. "Kami dizalimi 20 tahun.
GCC itu membeli sertifikat bukan beli tanah, dengan cara melakukan perdamaian dengan penyerobot lahan PT. Tjitajam versi ...Lihat Lebih
- Suka
- February 12, 2022
PT. Green Construction City
Tampaknya Mahkamah Agung membenarkan klaim versi Rotendi ini
Dan memenangkan nya dalam kasus sengketa tanah Green Citayam tsb
- Suka
- February 12, 2022
PT. Green Construction City
Pemerintah, Dinas terkait & Bank BTN juga menjadi korban
Krn mrk menganngap, surat versi GCC yg benar
Yg akhirnya mengeluarkan ijin2 Legalitas tsb
- Suka
- February 12, 2022
PT. Green Construction City
shared a video
Tanah Perumahan Green Citayam City Di Sita Jaminan Oleh PT Tjitajam Versi Jahja Komar Hidajat & Rot
137 Likes
Ini adalah Sidang Lapangam/PS Hakim PN Cibinong Atas Tanah Perumahan Green Citayam City (GCC) yang telah diletakkan Sita Jaminan Oleh PN Cibinong atas Permohonan PT Tjitajam Versi Jahja Komar Hidajat dan Rotendi Dalam Perkara No.79/Pdt.G/2017/PN. Cbi. PT GCC dan PT Tjitajam Versi Cipto Sulistio Dkk, menurut Putusan Tersebut Terbukti Melakulan Perbuatan Melawan Hukum membangun di atas tanah milik PT Tjitajam Versi Jahja Komar Hidajat dan Rotendi. Jadi hati2lah Para Konsumen PT GCC!!!
People also like
1
Suka
Bekasi
1
Suka
Kota Depok
Bekasi
1
Suka
Bekasi
Page Admins
-
AdminFounder